Sabtu, 18 Juni 2011

Kebijakan Moneter Fiskal Masa Awal hingga Pertengahan Islam

KEBIJAKAN MONETER FISKAL PADA MASA AWAL HINGGA PERTENGAHAN ISLAM

Tema:
Tokoh dan Pemikiran Kebijakan Moneter dan Fiskal Abad 1-11 M
Kebijakan Moneter dan Fiskal masa Awal islamhingga pertengahan

Dosen pembimbing : Bapak Muhammad Maqsum
Disusun oleh:
Bani Pamungkas : 108046100066

FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM
MU’AMALAH-PERBANKAN SYARI’AH 5 (B)
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2010





BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG

Jauh sebelum islam datang, bangsa Arab telah dikenal dengan kehidupan perniagaannya. Kondisi wilayah jazirah Arab dan sekitarnya yang didominasi oleh padang pasir dan pegunungan yang tandus dan penuh dengan bebatuan, tampaknya menjadi alasan utama bagi mayoritas penduduk Arab untuk memilih perniagaan sebagai mata pencaharian mereka. Namun konsep dan system ekonomi islam mulai dipraktikkan para pelaku ekonomi pada masa-masa awal kehadiran islam. Mulai dari zaman Nabi Muhammad SAW, kemudian dilanjutkan dengan kepemimpinan para khulafaur rasyidin yang memimpin khalifah islam dan menerapkan sistem ekonomi islam pada pemerintahannya, selanjutnya pada masa kepemimpinan daulah-daulah hingga sampai kehancuran khilafah islam yang ditandai pecah nya kekuatan islam dan dikuasai nya negara-negara kekuasaan islam oleh barat.
Semua ini diakhiri dengan runtuhnya kekuasan islam yang digantikan oleh bangsa barat sehingga munculah konsep dan sistemekonomi baru untuk menggantikan sistem ekonomi islam. Namun pada kesempatan kali ini kami hanya akan membahas mengenai sistem kebijakan fiskal & moneter islam pada masa pertengahan islam. Yaitu sistem kebijakan fiskal & moneter islam yang diterapkan pada masa daulah dimulai dari daulah umayyah, kemudian daulah abbasiyyah, dan Turki Usmani.Selain itu juga kami akan membahas pemikiran-pemikiran para ulama mengenai kebijakan fiskal & moneter islam yang hidup pada masa daulah-daulah tersebut.

B. Pembatasan Masalah
Penulis membatasi masalah yang akan di bahas; Pengertian Kebijakan Moneter, Pengertian Kebijakan Fiskal, Perbandingan Periodisasi Islam dan Konvensional, Kebijakan Moneter dan Fiskal Masa Awal Islam,Kebijakan Moneter dan Fiskal Masa Pertengahan Islam


C. Tujuan Penulisan

Terdapat dua tujuan dalam penulisan makalah ini, yakni:

1. Tujuan secara umum

Secara umum, makalah ini di buat dan di susun guna memenuhi salah satu syarat tugas mata kuliah Moneter dan Fiskal
2. Tujuan secara khusus
Secara khusus pembuatan makalah ini yakni sebagai instrument untuk menambah wawasan Moneter dan Fiskal, melatih pemikiran dan keterampilan penulis dalam membuat, menyusun hingga menarik kesimpulan, serta guna mengetahui,mengikuti dan menerapkan Pajak.

D. Metode Penulisan
Library Research
Yaitu dengan membaca buku yang dianggap perlu dan berhubungan dalam penyusunan makalah ini.

E. Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah pembuatan maupun pemahaman makalah ini, maka penulis menggunakan sistematika sebagai berikut:

BAB I. PENDAHULUAN
Meliputi; latar belakang, pembatasan masalah, tujuan penulisan, metode penulisan, dan sistematika penulisan.

BAB II. Pembahasan seputar Kebiajakan Moneter dan Fiskal
Meliputi; Pengertian Kebijakan Moneter, Pengertian Kebijakan Fiskal, Perbandingan Periodisasi Islam dan Konvensional, Kebijakan Moneter dan Fiskal Masa Awal Islam,Kebijakan Moneter dan Fiskal Masa Pertengahan Islam

BAB III. Penutup
Meliputi; Kesimpulan



BAB II
PEMBAHASAN


A. Definisi Kebijakan Moneter

Kebijakan moneter adalah upaya mengendalikan atau mengarahkan perekonomian makro ke kondisi yang diinginkan dengan mengatur jumlah uang yang beredar. Yang dimaksud dengan kondisi lebih baik adalah meningkatnya output keseimbangan dan atau terpeliharanya stabilitas harga. Melalui kebijakan moneter, pemerintah dapat mempertahankan kemampuan ekonomi untuk tumbuh, sekaligus mengendalikan inflasi. Jika yang dilakukan adalah menambah uang beredar, maka pemerintah dikatakan menempuh kebijakan moneter ekspansif. Sebaliknya jika jumlah uang berdar dikurangi, pemerintah menempuh kebijakan moneter kontraktif.

B. Definisi Kebijakan Fiskal

Kebijakan fiskal adalah kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan pengaturan kinerja ekonomi melalui mekanisme penerimaan dan pengeluaran pemerintah. Kebijakan fiskal terwujud dalam APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara). Dalam dokumen APBN, kita dapat melihat berapa pendapatan pemerntah, darimana saja pendapatan tersebut, komposisi pendapatan, penduduk mana atau siapa yang terkena beban tinggi dan beban rendah dari total pendapatan pemerintah, untuk apa saja pendapatan pemerintah, sektor mana yang mendapat alokasi pengeluaran tinggi dan mana yang rendah, dan sebagainya.

C. Perbandingan Periodisasi Pemikiran Ekonomi Konvensional dan Ekonomi Islam

1) Periodisasi
Abadke1-11M (…450H/…1058M).Masa Rasulullah (613-632).Khulafarasyidin(632-661).Daulah Umayyah(abad 7-8).Daulah Abbasiyah(abad 8-11)

a) Konvensional

Bible: Masa Scholastic.St.ThomasAquinas (1270).St,AlbertusMagnus (1206)

b) Islam
Al-Qur’an dan As-sunnah sebagai sumber ilmu dan hokum,fasepertama:peletak dasar pemikiran:AbuYusuf,Abu Ubaid,AlDaududi,Syafi’I,Abu Hanifah,dll

2) Periodisasi
Daulah Abbasiyah II (abad 11-15) (450-850H/1508-1466M)

a) Konvensional
Ada Great Gape selama 500 tahun,the dark ages di barat

b) Islam
Fase kedua:Al-Ghazali (1055-1111),Al-Mawardi(1058),Ibnu Hazm (1064),Ibnu Taimiyah(1263-1328),Abu Ishak As-Syatibi (1388),Ibnu Khaldun(1332-1404),Al-Maqrizi(1364-1441)

D. Kebijakan Moneter Masa Awal Islam

1. Kebijakan Moneter Rasulullah Saw

Pada masa pemerintahan Nabi Muhammad saw ini,mata uang dinar dan dirham diimpor, dinar dari Romawi dan dirham dari Persia. Besarnya volume impor dinar dan dirham dan juga barang-barang komoditas bergantung kepada volume komoditas yang diekspor kedua negara tersebut dan wilayah-wilayah lain yang berada di bawah pengaruhnya. Lazimnya, uang akan diimpor jika permintaan uang (money demand) pada pasar internal mengalami kenaikan. Dan sebaliknya, komoditas akan diimpor jika permintaan uang mengalami penurunan.
Permintaan terhadap uang selama periode ini secara umum bersifat permintaan transaksi dan pencegahan. Pelarangan penimbunan, baik uang maupun komoditas, dan talaqqi rukban tidak memberikan kesempatan terhadap penggunaan uang dengan selain kedua motif tersebut.
Untuk menjaga kestabilan ini, beberapa hal berikut dilarang :
a. Permintaan yang tidak riil. Permintaan uang adalah hanya untuk keperluan transaksi dan berjaga-jaga.
b. Penimbunan mata uang (At-Taubah:34-35) sebagaimana dilarangnya penimbunan barang.
c. Transaksi talaqqi rukban, yaitu mencegat penjual dari kampung di luar kota untuk mendapat keuntungan dari ketidaktahuan harga. Distorsi harga ini merupakan cikal bakal spekulasi.
d. Segala bentuk riba (Al-Baqarah: 278)

Dalam mendorong pertumbuhan ekonomi, sekaligus stabilitas, Islam tidak menggunakan instrument bunga atau ekspansi moneter melalui pencetakan uang baru atau deficit anggaran. Yang dilakukan adalah mempercepat perputaran uang dan pembangunan infrastuktur sektor riil.
Faktor pendorong percepatan perputaran uang adalah kelebihan likuiditas tidak boleh ditimbun dan tidak boleh dipinjamkan dengan bunga, sedangkan faktor penariknya adalah dianjurkan qard (pinjaman kebajikan), sedekah dan kerjasama bisnis berbentuk syirkah atau mudharabah.

2. Kebijakan Fiskal Rasulullah Saw


Sumber-sumber pendapatan Negara
Ghanimah.Zakat,Ushr,Fa’i,Jizyah,Kharaj,tebusan untuk para tawanan perang (hanya pada kasus perang Badr).Pinjaman-pinjaman untuk pembayaran uang pembebasan kaum muslimin,Khums atau rikaz Amwal fadilah, Sadaqah.kafarah dll
Belanja pemerintah pada masa Rosulullah untuk hal-hal pokok yang meliputi: biaya pertahanan Negara, penyaluran zakat, untuk mereka yang berhak menerimanya, pembayaran gaji pegawai pemerintah, pembayaran utang Negara serta bantuan untuk musafir. Untuk mengelola dan sumber penerimaan Negara dan sumber pengeluaran Negara maka Rasulullah menyerahkannya kepada Baitul Mal dengan menganut asas anggaran berimbang balance budget artinya semua penerimaan habis digunakan untuk pengeluaran Negara. Begitulah Rasulullah meletakan dasar-dasar kebijaksanaan fiskal yang berlandaskan keadilan, sejak masa pemerintahan islam.
Kebijakan fiskal pada masa Rasulullah ada empat langkah yang dilakukan Rasulullah, diantaranya :
1) Peningkatan pendapatan nasional dan tingkat dari partisipasi kerja.
Dalam rangka meningkatkan permintaan agregat masyarakat Muslim di Madinah, Rasulullah melakukan kebijakan mempersaudarakan kaum Muhajirin dan Anshar. Hal ini menyebabkan terjadinya distribusi pendapatan dari kaum Anshar ke Muhajirin yang berimplikasi pada peningkatan permintaan total di Madinah

2) Kebijakan pajak
Penerapan kebijakan pajak yang dilakukan Rasulullah seperti Kharaj, khums, dan zakat menyebabkan teciptanya Kestabilan harga dan mengurangi inflasi.
3) Anggaran pengaturan APBN yang dilakukan Rasululah cermat, efektif, dan efisien
menyebabkan jarang terjadinya defisit anggaran meskipun sering terjadi peperangan
4) Kebijakan fiskal khusus
Rasulullah menerapkan beberapa kebijakan fiskal secara khusus untuk pengeluaran Negara yaitu : menerima bantuan kaum muslmin secara sukarela untuk memenuhi kebutuhan pasukan muslim; meminjam peralatan dari kaum non muslim secara Cuma-Cuma dengan jaminan pengembalian dan ganti rugi bila terjadi kerusakan; meminjam uang dari orang-orang tertentu untuk diberikan kepada para muallaf, serta menerapkan kebijakan insentif untuk menjaga pengeluaran dan meningkatkan partisipasi kerja dan produksi kaum muslimin

3. Khalifah Abu Bakar As-Shiddiq

Kebijakan Fiskal Abu Bakar As-Shiddiq adalah sebagai berikut: pada masa pemerintahan Abu Bakar As-Shiddiq belum banyak perubahan dan inovasi baru yang berkaitan dengan sektor ekonomi dan keuangan negara. Kondisinya masih seperti pada masa Rasulullah Saw. Kondisi ini dibentuk oleh konsentrasi Abu Bakar untuk mempertahankan eksistensi Islam dan kaum Muslimin. Para sahabat masih terfokus untuk memerangi mereka yang enggan membayar zakat setelah wafatnya Rasulullah dan memerangi yang murtad dan gerakan nabi palsu.
Hasil pengumpulan zakat dijadikan sebagai pendapatan Negara dan disimpan dalam Baitul Mal untuk langsung didistribusikan seluruhnya kepada kaum muslimin hingga tidak ada yang tersisa. Seperti halnya Rasulullah Saw., Abu Bakar As-Shiddiq juga melaksanakan kebijakan pembagian tanah hasil taklukan yang lain tetap menjadi tanggungan Negara dalam mendistribusikan harta Baitul Mal tersebut, Abu Bakar menerapkan prinsip kesamarataan, yakni memberikan jumlah yang sama kepada semua sahabat Rasulullah Saw
Dengan demikian, selama masa pemerintahan Abu Bakar, harta Baitul Mal tidak pernah menumpuk dalam jangka waktu yang lama karena langsung didistribusikan kepada seluruh kaum muslimin. Sewaktu Abu Bakar ash-Shiddiq wafat pun, hanya ditemukan satu dirham dalam perbendaharaan Negara.
Apabila pendapatan meningkat, seluruh kaum muslimin mendapat manfaat yang sama dan tidak ada seorang pun yang dibiarkan dalam kemiskinan. Kebijakan tersebut berimplikasi pada peningkatan aggregate demand dan aggregate supply yang pada akhirnya akan menaikkan total pendapatan nasional.

4. Khalifah Umar Ibn Al-Khattab


Kebijakan Fiskal Umar Ibn Khattab akan dipaparkan sebagai berikut: Seiring dengan semakin meluasnya wilayah kekuasaan Islam pada masa pemerintahan Umar ibn al-khattab, pendapatan Negara mengalami peningkatan yang signifikan. Beliau membuat keputusan bahwa untuk tidak menghabiskan harta Baitul Mal sekaligus, tetapi dikeluarkan secara bertahap sesuai dengan kebutuhan yang ada., bahkan diantaranya disediakan dana cadangan. Dalam hal pendistribusian harta Baitul Mal, sekalipun berada dalam kendali dan tanggung jawabnya, para pejabat Baitul Mal yang berupa zakat dan ushr. Khalifah Umar ibn Al-Khattab juga membuat ketentuan bahwa pihak eksekutif tudak boleh ikut campur dalam mengelola harta Baitul Mal. Negara bertanggung jawab untuk menyediakan makanan bagi para janda, anak-anak yatim, serta anak-anak terlantar; membiayai penguburan orang-orang miskin;membayar utang orang-orang yang bangkrut; membayar diyat untuk kasusu-kasusu tertentu.
Untuk mendistribusikan harta Baitul Mal, khalifah Umar mendirikan beberapa departemen yang dianggap perlu:
a. Departemen Pelayanan Militer
b. Departemen Kehakiman dan Eksekutif
c. Departemen Pendidikan dan Pengembangan Islam
d. Jaminan Sosial
Pada masa pemerintahannya, Khalifah Umar mengklasifikasi pendapatan Negara menjadi empat bagian, yaitu
1. Pendapatan zakat dan ‘ushr
2. Pendapatan khums dan sedekah
3. Pendapatan kharaj, fai, jizyah, ‘ushr (pajak perdagangan)
4. Pendapatan lain-lain
Diantara alokasi pengeluaran dari harta Baitul Mal tersebut, dana pensiun merupakan pengeluaran Negara yang paling penting. Prioritas berikutnya adalah dana pertahanan Negara dan dana pembangunan.

5. Khalifah Ustman ibn Affan


Masa pemerintahannya berlangsung selama 12 tahun. Pada enam tahun pertama masa pemerintahannya, khalifah Ustman ibn Affan melakukan penataan baru dengan mengikuti kebijakan Umar ibn Khattab. Dalam rangka pengembangan sumber daya alam, beliau melakukan pembuatan saluran air, pembangunan jalan-jalan, dan pembentukan organisasi kepolisian secra permanent untuk mengamankan jalur perdagangan.
Dalam pendistribusian harta Baitul Mal, khalifah Ustman ibn Affan menerapkan prinsip keutamaan seperti halnya Umar ibn Khattab. Khalifah Ustman ibn Affan tetap mempertahankan system pemberian bantuan dan santunan serta memberikan sejumlah besar uang kepada masyarakat yang berbeda-beda. Dalam hal penegelolaan zakat, khlaifah Ustman ibn Affan mendelegasikan kewenangan menaksir harta yang dizakati kepada para pemiliknya. Hal ini dilakukan untuk mengamankan zakat dari berbagai gangguan dan masalah dalam pemeriksaan kekayaan yang tidak jelas oleh beberapa oknum pengumpul zakat.
karena itu, khalifah Ustman ibn Affan membuat beberapa perubahan administrasi tingkat atas dan pergantian beberapa gubernur.

6. Khalifah Ali Bin Abi Thalib


Ali bin Abi Thalib membenahi sistem administrasi Baitul Mal, baik di tingkat pusat maupun daerah hingga semuanya berjalan dengan baik. Dalam pendistribusian harta Baitul Mal, khalifah Ali ibn Abi halib menerapkan sistem pemerataan. Selama masa pemerintahannya, khalifah Ali ibn Ali Thalib menetapkn pajak terhadap pemilik hutan sebesar 4000 dirham dan mengizinkan Ibnu Abbas, Gubernur Kufah, memungut zakat terhadap sayuran segar yang akan digunakan sebagai distribusi setiap pekan sekali untuk pertama kalinya diadopsi. Hari kamis adalah hari pendistribusian.
Pada hari itu, semua perhitungan diselesaikan dan pada hari sabtu dimulai perhitungan baru. Selain itu langkah penting yang dilakukan khalifah Ali ibn Abi Thalib pada masa pemerintahannya adalah percetakan mata uang koin atas nama Negara Islam. Hal ini menunjukkan bahwa pada masa pemerintahan tersebut, kaum muslimin telah menguasai teknologi peleburan besi dan percetakan koin. Namun demikian, uang yang dicetak oleh kaum muslimin itu tidak dapat beredar dengan luas karena pemerintahan Ali ibn Abi Thalib berjalan sangat singkat seiring dengan terbunuhnya sang Khalifah pada tahun keenam pemerintahannya.
Dari segi alokasi pengeluaran kurang lebih masih tetap sama sebagaimana halnyapada masa pemerintahan khalifah Umar. Khalifah Ali memiliki konsep yang jelas tentang pemerintahan, administrasi umum dan masalah-masalah yang berkaitan dengannya. Konsep ini dijelaskan dalam suratnya yang terkenal yang ditujukan kepada Malik Ashter bin Harits. Surat yang mendeskripsikan tugas, kewajiban serta tanggung jawab para penguasa dalam mengatur berbagai prioritas pelaksanaan dispensasi keadilan serta pengawasan terhadap para pejabat tinggi dan staf-stafnya.

E. Kebijakan Fiskal dan Moneter Pada Masa Pertengahan Islam

1.Daulah Umayyah (41-132H/661-750)

Masa pemerintahan Bani Umayyah, baitul mal dibagi menjadi dua bagian; umum dan khusus. Pendapatan baitul mal umum diperuntukkan bagi seluruh masyrakat umum, sedangkan pendapatan baitul mal khusus diperuntukkan bagi para sultan dan keluarganya. Namun dalam prakteknya, tidak jarang ditemukan berbagai penyimpangan penyaluran harta baitul mal tersebut. Pengeluaran untuk kebutuhan para sultan, keluarga, dan para sahabat dekatnya banyak yang diambilkan dari kas baitul mal umum.
Begitu pula dengan pengeluaran hadiah-hadiah untuk para pembesar negara dan berbagai pengeluaran lainnya yang tidak berhubungan dengan kesejahteraan umat islam secara keseluruhan. Dengan demikian telah terjadi disfungsi penggunaan dana baitul mal pada masa pemerintahan daulah umayyah.Namun demikian, bukan berarti menafikan kemajuan yang dihasilkan dinasti ini, selain melakukan perluasan wilayah, beberapa khalifah Bani Umayyah juga menatuh perhatian terhadap pembangunan ekonomi, yang mempengaruhi tingkat kesejahteraan umat islam secara keseluruhan. Diantara mereka yang termasyhur adalah :

a.Khalifah Abdul Malik

Pemikiran yang serius terhadap penerbitan dan pengaturan uang dalam masyarakat islam muncul di masa pemerintahan Abdul Malik. Hal ini dilatarbelakangi oleh permintaan pihak Romawi agar khalifah menghapuskan kalimat bismillahirrahmanirrahim dari mata uang yang berlaku pada khalifahnya. Pada saat itu, bangsa Romawi mengimpr dinar islam dari Mesir.
Akan tetapi permintaan tersebut ditolaknya. Bahkan khalifah mencetak mata uang islam tersendiri dengan tetap mencantumkan kalimat Bismillahirrahmanirrahim pada tahun 74 H dan menyebarkannya keseluruh wilayah islam seraya melarang penggunaan mata uang lain. Ia juga menjatuhkan hukuman bagi mereka yang melakukan percetakan mata uang diluar percetakan negara.

b. Khalifah Umar ibn Abdul Aziz

Dalam melakukan berbagai kebijaknnya, khalifah Umaribn Abdul Aziz bersifat melindungi dan meningkatkan kemakmuran taraf hidup masyarakat secara keseluruhan. Ia mengurangi beban pajak yang dipungut dari kaum Nasrani, pajak yang dikenakan kepada non muslim hanya berlaku pada tiga profesi, yaitu pedagang, petani, dan tuan tanah. Menghapus pajak terhadap kaum muslim, membuat aturan takaran dan timbangan, membasmi cukai dan kerja paksa, memperbaiki tanah pertanian, penggalian sumur-sumur, pembangunan jalan-jalan, pembuatan tempat-tempatan penginapan para musafir, dan menyantuni fakir miskin. Berbagai kebijakan ini berhasil meningkatkan taraf hidup masyarakat secara keseluruhan hingga tidak ada lagi yang mau menerima zakat.
Kebijakan lain yang diterapkan oleh Khalifah Umar ibn Abdul Aziz adalah kebijakan otonomi daerah. Setiap wilayah islam mempunyai wewenang untuk mengelola zakat dan pajak secara sendiri-sendiri dan tidak diharuskan menyerahkan upeti kepada pemerintah pusat. Bahkan sebaliknya, pemerintah pusat akan memberikan bantuan subsidi kepada setiap wilayah islam yang minim pendapatan zakat dan pajaknya. Pada masa pemerintahannya, sumber-sumber pemasukan negara berasal dari zakat, hasil rampasan perang, pajak penghasilan pertanian, dan hasil pemberian lapangan kerja produktif kepada masyarakat luas.

2. Daulah Abbasiyah (132-656H/750-1258)

a. Khalifah Abu Ja’far Al-Manshur

Pada awal pemerintahan khalifah al-Manshur, perbendaharaan negara dapat dikatakan tidak ada karena khalifah sebelumnya, al-Shaffah, banyak menggunakan dana baitul mal untuk diberikan kepada para sahabat dan tentara demi mengukuhkan kedudukannya sebagai penguasa. Hal tersebut mendorong khalifah al-Manshur untuk bersikap keras dalam peneguhan kedudukan keuangan negara, disamping penumpasan musuh-musuh khalifah, sehingga masa pemerintahanya ini juga dikenal sebagai masa yang penuh dengan kekerasan.
Dalam mengendalikan harga-harga, khalifah memerintahkan para kepala jawatan pos untuk melaporkan harga pasaran dari setiap bahan makanan dan barang lainnya. Jika mengalami kenaikan yang luar biasa, ia memerintahkan para walinya agar menurunkan harga-harga ke tingkat semula. Disamping itu, khalifah sangat hemat dalam membelanjakan harta baitul mal. Ketika ia meninggal, kekayaan kas negara telah mencapai 810 juta dirham.
Keberhasilan khalifah al-Manshur dalam meletakkan dasar-dasar pemerintahan Daulah Abbasiyah memudahkan usaha para khalifah berikutnya untuk lebih fokus terhadap permasalahan ekonomi dan keuangan negara., sehingga peningkatan dan pengembangan taraf hidup rakyat dapat terjamin.

b. Khalifah Al-Mahdi

Pada masa pemerintahan khalifah Al-Mahdi, perekonomian negara mulai meningkat dengan peningkatan di sektor pertanian melalui irigasi dan peningkatan hasil pertambangan, seperi emas, perak, tembaga, dan besi. Di samping itu, jalur transit perdagangan antara Timur dan Barat juga banyak menghasilkan kekayaan. Dalam hal ini, Bashrah menjadi pelabuhan yang penting.Dengan demikian, sektor-sektor perekonomian yang menunjang kemakmuran Daulah Abbasiyah adalah pertanian, pertambangan, dan perdagangan.
Untuk meningkatkan sektor pertanian, pemerintah mengeluarkan berbagai kebijakan yang menbela hak-hak kaum tani, seperti peringanan beban pajak hasil bumi, penjaminan hak milik dan keselamatan jiwa, perluasan lahan pertanian di setiap daerah, dan pembangunan berbagai bendungan dan kanal. Sementara untuk meningkatkan sektor perdagangan, pemerintah membuat sumur-sumur, membangun tempat peristirahatan para kafilah dagang, dan mendirikan berbagai armada dagang serta menjaga keamanan pelabuhan dan pantai.

c. Khalifah Harun Al-Rasyid

Ketika pemerintahan dikuasai Khalifah Harun Al-Rasyid, pertumbuhan ekonomi berkembang dengan pesat dan kemakmuran Daulah Abbasiyah mencapai puncaknya. Pada masa pemerintahannya, khalifah melakukan diversifikasi sumber pendapatan negara. Ia membangun baitul mal untuk mengurus keuangan negara dengan menunjuk seorang wazir yang mengepalai beberapa Diwan, yaitu:
1) Diwan al-khazanah:bertugas mengurus seluruh perbendaharaan negara
2) .Diwan al azra:bertugas mengurus kekayaan negara yang berupa hasil bumi.
3) Diwan khazain as- siaah:berugas mengurus perlengkapan angkatan perang.
Sumber pendfapatan pada masa pemerintahan ini adalah kharaj, jizyah, zakat, fa’i, ghanimah, usyr, dan harta lainnya seperti wakaf, sedekah, dan harta warisan yang tidak mempunyai ahli waris. Seluruh pendapatan negara terasebut dimasukkan ke dalam baitul mal dan dikeluarkan berdasarkan kebutuhan.
Pemerintahan khalifah Harun Al-Rasyid juga sangat memperhatikan masalah perpajakan. Ia menunjuk Qadi Abu Yusuf untuk menyusun sebuah kitab pedoman mengenai keuangan negara secara syariah. Untuk itu, Imam Abu Yusuf menyusun sebuah kitab yang diberi judul Kitab al-Kharaj
Dalam pemungutan al-Kharaj, para Khalifah Abbasiyah melakukan dengan tiga cara, yaitu :
1) Al-Muhasabah atau penaksiran luas areal tanah dan jumlah pajak yang harus dibayar dalam bentuk uang.
2) Al-Muqasamah atau penetapan jumlah tertentu (persentase) dari hasil yang diperoleh
3) Al-Maqhatha’ah atau penetapan pajak hasil bumi terhadap para jutawan berdasarkan persetujuan antara pemerintah dengan yang bersangkutan.
Pendapatan Negara dikeluarkan berdasarkan kebutuhan dan dialokasikan untuk riset ilmiah dan penterjemahan buku-buku Yunani,disamping untuk biaya pertahanan dan anggaran rutin pegawai


d. Abu Yusuf(113H-182H)

Kebijakan Fiskal Abu Yusuf akan dipaparkan sebagai berikut:
Berdasarkan hasil pengamatan dan penalarannya, Abu Yusuf menganalisa permasalahan-permasalahan fiskal dan menganjurkan beberapa kebijakan bagi pertumbuhan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Dalam perjalanannya, beliau menulis kitab yang berjudul al-Kharaj dan menjadi panduan dalam pengelolaan keuanngan publik pada masa pemerintahan khalifah Harun ar-Rasyid.

1. Meletakkan dasar-dasar kebijakan fiskal yang berbasis pada keadilan dan maslahah
2. Mengklasifikasikan secara umum penerimaan negara pada 3 kategori utama,yaitu: ghanimah,’usyur dan kharaj yang pemungutannya memiliki aturan-aturan tersendiri
a. Ghanimah: Ghanimah yang didapat sebagai hasil pertempuran dengan pihak musuh maka harus dibagi sesuai Al-qur’an surat Al-Anfal ayat 41 yaitu 1/5 atau 20% untuk Allah dan Rasulnya serta orang-orang miskin dan kerabat,sedangkan sisanya untuk mereka yang ikut berperang.
b. Shadaqah/zakat: Diantara objek zakat yang jadi perhatiannya adalah zakat pertanian dan zakat dari hasil mineral/barang tambang lainnya. Pada zakat pertanian jumlah pembayarannya yaitu 10% untuk tanah yang tidak butuh banyak tenaga untuk persiapan sarana pertanian dan 5% untuk tanah yang memerlukan banyak tenaga untuk penyiapan sarana pertanian,sedangkan pada zakat dari hasil mineral/barang tambang lainnya tarifnya yaitu 1/5 atau 20% dari total produksi
c. Fay’: Fay’ merupakan segala sesuatu yang dikuasai kaum muslimin dari harta orang kafir tanpa peperangan,termasuk harta yang mengikutinya yaitu jizyah perorangan,kharaj tanah dari usyr dari perdagangan.
• Jizyah: Pemungutan jizyah dilakukan atas dasar prinsip keadilan,Beliau menasehati khalifah untuk menunjuk seorang administrator yang jujur disetiap kota dengan asisten yang akan berhubungan langsung dengan kepala dari komunitas zimmi untuk mengumpulkan pajak melalui mereka yang kemudian akan dikiri ke perbendaharaan negara .
• Usyr:(Bea cukai):Dalam pengumpulan Bea.Abu Yusuf mensyaratkan 2 hal yang harus dipertimbangkan
Barang tersebut harus merupakan barang yang diperdagangkan
Nilai barang yang dibawa tidak kurang dari 200 dirham
Tarif ini ditetapkan sesuai dengan status pedagang,,jika muslim dikenakan 2,5% dari total barang yang dibawanya,sedangkan ahli zimmah dikenakan tarif 5%dan kafir harbi dikenakan 10%
• Kharaj: kharaj hanya dikenakan pada tanah yang termasuk kedalam kategori kharajiyyah.Ada 2 metode yang dilakukan dalam penilaian kharaj:
a. Metode Misahah: Metode penghitungan pajak yang didasarkan pada pengukuran tanah tanpa memperhitungkan tingkat kesuburan tanah,sistem irigasi dan jenis tanaman,sistem ini kemudian ditolak dan digantikan dengan sistem Muqasamah.
b. Metode Muqasamah: Dalam metode ini,para petani dikenakan pajak dengan menggunakan rasio tertentu dari total produksi yang mereka hasilkan,sesuai dengan jenis tanaman,sistem irigasi,dan jenis tanah pertanian
Abu Yusuf merekomendasikan tarif yang berbeda dengan mempertimbangkan sistem irigasi yang digunakan yaitu:
 40% dari produksi yang diirigasi oleh hujan alami
 30%dari produksi yang diirigasi oleh hujan buatan,dan
 1/4dari produksi panen musim panas
3. Kepemilikan Negara
Kebijakan fiskal islam tentang kepemilikan tanah di wilayah Arab atau bagian negara lain yang tidak dimiliki oleh siapapun adalah tanah tersebut akan tetap dikuasai oleh negara. Negara berhak untuk memberikan tanah tersebut kepada seorang untuk dikelola dan memberikan pendapatan bagi negara melalui pajak tanah. Pemungutan pajak dari tanah-tanah tersebut dibedakan berdasarkan sistem irigasi, atau ditentukan sendiri oleh khalifah.
4. .Administrasi Kharaj: Dalam hal pemungutan pajak/kharaj,Abu Yusuf tidak menyetujui sistem taqbil dan menggantinya dengan Departemen khusus dan pemerintah untuk mengatasi permasalahan pajak/kharaj. Karena dikhawatirkan adanya penyimpangan yang akan terjadi demi memenuhi kepentingan pribadi.



e.Abu Ubaid (154-224H)

Kebijakan Fiskal Abu Ubaid antara lain yaitu:
1. Mengklasifikasikan 3 harta yang masuk keuangan publik yaitu: shadaqah.fa’i dan khumus
a. Shadaqah/zakat:Dalam hal ketentuan yang disepakati,bila seseorang memiliki harta yang wajib dizakati,diantaranya 200 dirham,20 dinar,5 ekor unta,30 ekor sapi atau 40 ekor kambing,maka ia wajib mengeluarkan zakatnya,yang dinamakan nishab
b. Fa’i: Bagian-bagian dari Fa’i adalah
• Kharaj: Besarnya jumlah kharaj adalah setengah dari hasil produksi
• Jizyah: Besarnya jizyah bagi masing-masing kepala adalah:1 dinar,atau 30 ekor sapi jizyahnya 1 ekor tabi’,40 ekor sapi jizyahnya 1ekor musinah dan penghasilan dari tanah 1/10 bila diairi dengan hujan,dan 1/5 bila menggunakan biaya.
c. Khumus: Harta yang terhukum khumus yaitu:ghanimah,harta terpendam/rikaz dan harta yang dipendam
2. Pembelanjaan penerimaan Keuangan publik,Abu Ubaid menyebutkan kaidah mendasar dalam membatasi orang yang berhak atas kekayaan publik
Pendistribusian zakat yaitu kepada mereka 8 ashnaf seperti yang disebutkan dalam Al-Qur’an,sementara pendistribusian pengeluaran dan penerimaan khumus adalah sesuai dengan ketentuan Rasulullah,karena dana-dana publik merupakan keuangan publik maka harus dialokasikan untuk kesejahteraan publik,seperti kesejahteraan anak-anak korban bencana dan santunan lainnya

f. Al-Ghazali (1055-1111)

Kebijakan Fiskal Al-Ghazali antara lain yaitu:
Al-Ghazali menekankan bahwa negara memiliki peranan penting dalam menjalankan aktivitas ekonomi dari suatu masyarakat dengan baik dan juga dalam memenuhi kewajiban sosialnya. Ia menitikberatkan bahwa untuk meningkatkan kemakmuran ekonomi, negara harus menegakkan keadilan, kedamaian, dan keamanan serta stabilitas. Ia menekankan perlunya keadilan, serta “aturan yang adil dan seimbang”. Negara juga memerlukan badan pengawas yang berfungsi mengawasi praktik-praktik pasar yang merugikan
Menurut al-Ghazali, apabila keadaan negara sedang sangat membutuhkan tentara untuk menjaga dan melindungi wilayahnya dari segala macam ancaman, sementara perbendaharaan negara tidak mencukupi maka pemerintah boleh memungut pajak atas rakyatnya yang mampu. Kebijakan ini hanya berlaku pada kondisi terdesak saat kas negara kosong. Untuk itu diperlukan sebuah pemerintahan yang kredibel.

Kebijakan Moneter Al-Ghazali antara lain yaitu:
Menurut Al-Ghazali Uang ibarat cermin yang tidak dapat merefleksikan dirinya sendiri,namun dapat merefleksikan semua warna yang masuk kedalamnya.Dalam kebijakannya Al-Ghazali melarang praktek penimbunan uang,karena dapat menarik peredaran uang untuk sementara yang dapat mengakibatkan lambatnya laju perputaran uang,memperkecil volume transasksi,kelangkaan produktivitas,menimbulkan lonjakan harga yang pada akhirnya akan melumpuhkan roda perekonomian,Al-Ghazali menganggap penimbunan uang sebagai suatu kejahatan,Al-Ghazali juga melarang kegiatan pemalsuan uang/mengedarkan uang palsu,
Menurut Imam Al-ghazali ada beberapa hal yang harus dilakukan pemerintah ketika ingin mencetak uang,yaitu:
1. Uang tersebut dicetak dan diedarkan oleh pemerintah
2. Pemerintah menyatakan bahwa uang tersebut merupakan alat pembayaran resmi di daerah tersebut.
3. Pemerintah memiliki cadangan emas dan perak sebagai suatu tolak ukur dari uang yang beredar.

g. .Ibnu Hazm (994-1064H)

Kebijakan Fiskal Ibnu Hazm antara lain adalah:
1. Dalam Persoalan zakat,Ibnu hazm menekankan pada status zakat sebagai suatu kewajiban,Menurutnya Pemerintah sebgai pengumpul zakat dapat memberikan sanksi/hukuman kepada orang yang enggan mengeluarkannya,dan yang menolak zakat sebagai suatu kewajiban ia dianggap murtad
Dalam hal Pemungutan Pajak Ibnu Hazm fokus terhadap faktor keadilan,Menurutnya sikap kasar dan eksploitatif dalam pengumpulan pajak harus dihindari
Penghimpunan administrasi pajak di Andalusia pada masa Ibn Hazm dikemukakan oleh S.M.Imamuddin:
”Cabang departemen keuangan terendah berada di pedesaan dan dikelola oleh seorang kepala divisi yang disebut amil.Saat hasil panen tiba,ladang diawasi dan hasil produksinya diperhitungkan oleh seorang petugas yang disebut as-shar.Saat itu,ada mutaqabbil yang bertugas mengumpulkan pajak dan kewajiban lain berkaitan dengan fiskal di wilayahnya.Untuk mengawasi para petugas ini dari penipuan dan harga yang melebihi kewajiban dilakukan pengawasan ketat,sehingga jika hal ini dilakukan mereka akan ditangkap”

h.Ibnu Taimiyah(661-728H)

Ibnu Taimiyah sangat jelas memegang pentingnya kebijakan moneter bagi stabilitas ekonomi,maka untuk menjaga kestabilan tersebut yang harus dilakukan menurutnya adalah:
Negara bertanggung jawab untuk mengontrol ekspansi mata uang dan untuk mengawasi penurunan nilai uang yang keduanya dapat mengakibatkan ketidakstabilan ekonomi
Negara harus sejauh mungkin menghindari anggaran keuangan yang defisit dan ekspansi mata uang yang tak terbatas,sebab akan mengakibatkan timbulnya infasi dan menciptakan ketidakpercayaan publik atas mata uang yang bersangkutan
i. Pemikiran Kaum Skolastik(1206/1270-1280M)
Ciri utama dari aliran pemikiran ekonomi Scholastik (scholasticism) adalah kuatnya hubungan antara ekonomi dengan masalah etis serta besarnya perhatian pada masalah keadilan. Hal ini karena ajaran-ajaran Scholastik mendapat pengaruh yang sangat kuat dari ajaran gereja. Ada dua orang tokoh utama aliran in yaitu Albertus Magnus (1206-1280) dan St. Thomas Aquinas (1225-1274). Albertus Magnus adalah seorang filsuf-religius dari Jerman. Salah satu pandangannya yang terkenal adalah pemikirannya tentang harga yang adil dan pantas. (just price),yaitu harga yang sama besarnya dengan biaya-biaya dan tenaga yang dikorbankan untuk menciptakan barang tersebut.
Tokoh kedua, yang dikenal lebih luas, Thomas Aquinas, adalah seorang teolog dan filsuf Italia. Selain pengikut Albertus Magnus, ajaran-ajaran Thomas Aquinas dipengaruhi oleh Aristoteles serta ajaran Injil. Dalam bukunya "Summa Theologica", Aquinas menjelaskan bahwa memungut bunga dari uang yang dipinjamkan adalah tidak adil, sebab ini sama artinya menjual sesuatu yang tidak ada.

j. Ibnu Khaldun (1332-1404M)

Kebijakan Fiskal

Jauh sebelum Adam Smith(w.1970) yang terkenal dengan hukum pajak,Ibnu Khaldun menekankan prinsip-prinsip tentang perpajakan dalam kitab Muqaddimah dengan tegas.Ibnu Khaldun menekankan pada prinsip pesamarataan dan kenetralan.Penetapan pajak yang berprinsip pada keadilan merupakan suatu keharusan.Ibnu Khaldun juga menganalisis efek dari pengeluaran belanja pemerintah dalam perekonomian yang nantinya dipelajari oleh Keynes.Ibnu Khaldun mengatakan ”penurunan dalam penghasilan pajak disebabkan juga oleh penurunan belanja pemerintah,semakin besar belanja pemerintah,semakin baik perekonomian.

Kebijakan Moneter

Sejalan dengan apa yang dikemukakan Al-ghazali,Ibnu Khaldun menyatakan bahwa uang tidak harus mengandung emas dan perak,hanya saja emas dan perak dijadikan standard nilai uang,sementara pemerintah menetapkan harganya secara konsisten.
Mengenai nilai tukar mata uang,Ibnu Khaldun menyatakan bahwa kekayaan suatu negara tidak ditentukan oleh banyaknya uang yang beredar di negara tersebut tetapi oleh tingkat produksi dan neraca pembayaran yang positif,sehingga bila kemampuan produksinya menurun,maka nilai uangnya menurun dan harga secara berkesinambungan akan meningkat dan pada kondisi ini inflasi terjadi

k.Al-Maqrizi (1364-1441M)

Kebijakan Moneter Al-Maqrizi antara lain:
Menurut Al-Maqrizi,mengindikasikan bahwa mata uang yang dapat diterima sebagai standard nilai,baik menurut hukum,logika,maupun tradisi hanya yang terdiri dari emas dan perak,oleh karena itu mata uang yang menggunakan bahan selain keduanya tidak layak disebut sebagai mata uang.
Kebijakan menciptakan fulus secara besar-besaran menurut Al-Maqrizi sangat mempengaruhi penurunan nilai mata uang secara drastis,Akibatnya uang tidak lagi bernilai dan harga-harga melambung tinggi yang pada gilirannya menimbulkan kelangkaan bahan makanan.
Al-Maqrizi menyatakan bahwa penciptaan mata uang dengan kualitas yang buruk akan melenyapkan mata uang yang berkualitas baik.Menurut Al-Maqrizi,pencetakan mata uang harus disertai dengan perhatian yang lebih besar dari pemerintah untuk menggunakan mata uang tersebut dalam bisnis selanjutnya dan hal ini tidak boleh diabaikanDalam hal pajak,Al-Maqrizi melarang pemerintah yang menerapkan sistem perpajakan yang menindas rakyat dengan memberlakukan berbagai pajak baru serta menaikkan tingkat pajak yang telah

F.REVISI (Hasil Diskusi Kelas)

1. Tanya: Apakah Self Assessment yang diterapkan Khalifah Utsman bin Affan sama dengan self Assesment system yang diterapkan Indonesia?
Jawab: Self assesment system merupakan system dengan cara penghitungan, penyetoran dan pelaporan sendiri,secara sistematis yang diterapkan pada Zaman Khalifah Utsman sama dengan yang diterapkan di Indonesia saat ini,namun yang berbeda adalah system tersebut digunakan di Indonesia untuk pajak sedangkan pada Zaman Khalifah Utsman system tersebut digunakan untuk zakat.

2. Tanya: Dari sekian banyak macam kebijakan Moneter dan Fiskal yang diterapkan pada masa awal islam hingga pertengahan Islam mana yang paling tepat menurut Anda untuk diterapkan di Indonesia?
Jawab:Untuk menetapakan Kebijakan Moneter dan Fiskal bukanlah perkara mudah,yang jadi permasalahannya adalah bagaimana memperbaiki yang telah dibuat sebelum membuat kebijakan yang baru.Dari seluruh kebijakan moneter fiskal yang terpapar diatas tadi yang jadi permasalahan juga,apakah bisa dan cocok bila diterapkan di Indonesia? Bila semua ini bisa terjawab baru kita bisa menentukan mana kiranya yang baik,cocok dan tepat diantara kebijakan diatas bila diterapkan di Indonesia.

3. Tanya: Atas dasar apa Abu Ubaid mengenakan tarif jizyah 1/10 bagi air yang diari hujan dengan 1/5 dengan menggunakan biaya?
Jawab: Abu Ubaid menulis kitab yaitu Kitab Al-Amwal, kitab itu membahas tentang administrasi keuangan yang didalamnya tertera berbagai macam tarif yang tepat untuk pajak,zakat,maupun lainnya.

4. Tanya: Kenapa Khalifah Utsman bin Affan masih mendistribusikan harta baitul mal dengan prinsip keutamaan?
Karena bagi Khalifah Utsman dengan tetap mempertahankan system pemberian bantuan dan santunan serta memberikan sejumlah besar uang kepada masyarakat yang berbeda-beda merupakan suatu unsur keadilan

5. Tanya: Bagaimana Menurut pendapat Anda dengan kebijakan moneter dan fiskal yang diterapkan di Indonesia?
Jawab: Sejauh ini yang saya ketahui tentang kebijakan moneter di Indonesia sudah berjalan cukup baik,namun harus terus disesuaikan dengan perkembangan zaman,Namun yang masih sangat perlu dibenahi adalah kebijakan fiskalnya yang bisa dikatakan krang efektif.

6. Tanya: Apakah dana cadangan pada masa Umar bin khattab dapat dikatakan pendapatan surplus? Mengapa?
Jawab: Pada masa pemerintahan Umar ibn al-khattab, pendapatan Negara mengalami peningkatan yang signifikan. Beliau membuat keputusan bahwa untuk tidak menghabiskan harta Baitul Mal sekaligus, tetapi dikeluarkan secara bertahap sesuai dengan kebutuhan yang ada,bahkan diantaranya disediakan dana cadangan.Dana cadangan ini dapat dikatakan sebagai pendapatan surplus karena Kas Negara masih lebih banyak dari pengeluaran.

7. Tanya: Apa perbandingan pajak yang ada pada masa islam dengan pajak yang ada di Indonesia saat ini?
Jawab: Kalau dijelaskan secara detail jelas banyak perbedaan antara pajak pada masa islam dengan yang ada di Indonesia saat ini.dari jenis pajaknya sudah banyak yang berbeda.Namun yang menjadi sorotan disini adalah dalam hal pendistribusian pajak?Kemana uang pajak digunakan? Apakah sudah didistribusikan secara merata ke penduduk Indonesia? Ataukah hanya berputar dikalangan atas,yang memakan uang-uang pajak yang sebenarnya diperuntukkan untuk rakyat Indonesia? Dalam hal ini saja sudah terlihat jelas perbedaannya.

8. Tanya: Apa yang dimaksud dengan memberikan bantuan yang berbeda pada tingkat yang lebih tinggi pada prinsip keutamaan Khalifah Utsman?
Jawab: Pada prinsip keutamaan menggunakan pendistribusian yang berbeda pada harta baitul mal,dengan ketentuan keluarga Rasulullah dan sahabat-sahabat yang masuk islam pertama kali mendapatkan distribusi harta baitul mal yang lebih tinggi.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Dalam Islam, Untuk menjaga kestabilan moneter, beberapa hal berikut dilarang :
a. Permintaan yang tidak riil. Permintaan uang adalah hanya untuk keperluan transaksi dan berjaga-jaga.
b. Penimbunan mata uang (At-Taubah:34-35) sebagaimana dilarangnya penimbunan barang.
c. Transaksi talaqqi rukban, yaitu mencegat penjual dari kampung di luar kota untuk mendapat keuntungan dari ketidaktahuan harga. Distorsi harga ini merupakan cikal bakal spekulasi.
d. Segala bentuk riba (Al-Baqarah: 278)

Dalam mendorong pertumbuhan ekonomi, sekaligus stabilitas, Islam tidak menggunakan instrument bunga atau ekspansi moneter melalui pencetakan uang baru atau deficit anggaran. Yang dilakukan adalah mempercepat perputaran uang dan pembangunan infrastuktur sektor riil.

Secara garis besar kebijakan fiskal versi Islam berbeda dengan kebijakan fiskal versi non Islam. Walaupun terdapat kesamaan definisi dan kesamaan tujuan namun secara substansial terdapat perberbedaan mulai dari landasan hukum yang dipakai, metode (baik cara pengumpulan hingga pada pendistribusian) yang di pakai, instrumen pendapatan negara hingga pada sistem yang dipakai.Landasan yang selalu menjadi pijakan di dalam sistem kebijakan fiskal Islam adalah al-Qur’an. Bahwa kebijakan fiskal yang dibangun oleh Rasulullah s.a.w pertama kali adalah sistem ekonomi harus mempunyai ideologi yang kuat yang didasarkan atas agama. Ekonomi tanpa ideologi sama saja hal nya dengan ekonomi kapitalis. Memisahkan antara kepentingan agama dan kepentingan ekonomi. Agama dinafikan sama sekali sehingga nilai-nilai moral tidak inklud di setiap praktek-praktek ekonomi. Dengan artian, teori hingga praktek ekonomi menafikan adanya moralitas.
Metode pendistibusian pada waktu kepemimpinan Rasulullah s.a.w dan Khulafaurrasidin dengan cara tepat sasaran dan langsung tanpa ada harta yang disembunyikan. Membedakan antara kekayaan negara yang intinya merupakan hak rakyat dengan kekayaan pejabat. Arah pendistribusiannya tepat sasaran dengan mengacu pada al-Qur’an (9: 60) yaitu yang berhak menerima zakat atau kekayaan negara adalah delapan asnab. Tidak ada kreteria manusia yang dipakai waktu itu.Dari sisi instrumen pendapatan negara tedapat perbedaan yang signifikan. Di dalam Islam zakat merupakan salah satu intrumen pendapatan negara yang paling diunggulkan dibadingkan dengan yang lain. Beberapa alasannya adalah bahwa zakat merupakan intruksi langsung dari Allah SWT serta mempunyai potensi terhadap perkembangan perekonomian. Sekarang muncul kreativitas yaitu adanya ZISWA (Zakat, Infaq, Sadaqah dan Wakaf).
Yang tidak kalah menariknya dalah bahwa Islam tidak pernah membenarkan untuk memberikan toleransi terhadap praktek bunga. Untuk menjaga kestabilan ekonomi maka Islam tidak membenarkan pemerintah untuk memperaktekkan riba dalam pijaman luar negeri. Berbeda dengan Indonesia dimana sistem bunga dalam pinjaman luar negeri masih mejadi dewa,sehingga Indonesia menjadi Negara yang bergantung terus-menerus. Maka seperti yang kita lihat, berabab-abab kita dilanda krisis karena sistem ekonominya salah.


DAFTAR PUSTAKA

Amalia, Euis. Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam Dari Masa Klasik Hingga Kontemporer. Jakarta : Granada Press, 2007.
Karim, Adiwarman Azwar. Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam Edisi Ketiga. Jakarta : PT RajaGrafindo Persada, 2008.
Prahatma Rahardja, 2006. Teori Ekonomi Makro. Jakarta : Lembaga Penerbit FE UI, hal. 269.
Bramantyo Djohanputro, MBA, Ph.D, 2006.Prinsip-prinsip Ekonomi Makro. Jakarta : PPM, hal. 106.
http://idtesis.blogspot.com/2008/03/perkembangan-pemikiran-ekonomi-suatu.html
http://psa07.blogspot.com/p/download.html
http://zoulkem.wordpress.com/2010/01/14/kebijakan-fiskal-dan-moneter-pertengahan-islam/

http://hendrakholid.net/blog/2009/11/05/ziswaf_kebijakan-fiskal-pada-masa-awal-islam/

My Inspiration


MY INSPIRATION
DR.Hendra Kholid.MA

DR.Hendra Khalid,MA merupakan Dosen UIN Syarif Hidayatullah yang termasuk salah satu doctor termuda lahir di Sorowangun,29 Juni 1977 dengan berlatarkan pendidikan ,TK Sarolangun, lulus tahun 1983.SD Inpres no 247/VI Sarolangun Jambi,lulus tahun 1989.Pondok Pesantren “Wali Songo” Ngabar ponorogo, lulus tahun 1995.Sarjana Fakultas Syari’ah Jurusan Mu’amalah Institut Agama Islam Riyadlotul Mujahidin (IAIRM) Ngabar Ponorogo, lulus tahun 1999.S2 Ekonomi Islam Pascasarja UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, lulus tahun 2002.S3 Ekonomi Islam Pasca Sarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, tahun 2008.Dengan perjalanan kariernya sebagai Tenaga Pengajar TMI Pondok Pesantren “Wali Songo” Ngabar Ponorogo Jawa Timur 1995 – 2000.Staf pengajar Perbankan Syari’ah Fak Syari’ah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2005 s/d Sekarang.Staf pengajar Ekonomi Syari’ah pada Manajemen Perbankan Syariah Sekolah Tinggi Perbankan Syari’ah TRIDUTAmanah Tanggerang 2005 s/d Sekarang.Staf pengajar Ekonomi Syari’ah Fak Syari’ah Institut Ilmu al Qur’an (IIQ) Jakarta 2006 s/d Sekarang.Dosen PascaSarjana Ekonomi Syariah STIEAD Jakarta, 2008 s/d sekarang.International Educational Visit Programme Tentang Ekonomi Syari’ah ke beberapa perguruan tinggi Malaysia dan Sigapura, Pebruari, 2005Library Research IRTI IDB, Jeddah, Mei 2007.Dan aktif menjalankan usaha Bisnis di Jl. Semanggi III No.01 RT.03 RW.03 Cempaka Putih Ciputat Banten .Selain itu Beliau juga aktif menjadi Pembicara dalam berbagai acara/seminar diantaranya yaitu Pembicara Pada Orientasi Perwakafan Mahasiswa Se Jawa yang diselenggarakan oleh Direktorat Pengembangan Zakat dan Wakaf Depag RI di Wisma Haji Jakarta 13 s/d 15 April 2004 .Pembicara Pada Orientasi Perwakafan Mahasiswa Se Sumatra dan Kalimantan yang diselenggarakan oleh Direktorat Pengembangan Zakat dan Wakaf Depag RI di Wisma Haji Jakarta 28 s/d 30 September 2005.Pembicara pada orientasi perwakafan bagi mahasiswa Islam Se Sulawesi, Bali, NTB, Maluku Utara dan Papua yang diselenggarakan oleh Direktorat Pemberdayaan Wakaf Depag RI, di Wisma Haji Jl. Jaksa Jakarta, 29 November s/d 1 Desember 2006.Pembicara pada Seminar Ekonomi Islam “Peranan Zakat dan Wakaf dalam Memberdayakan Ekonomi Umat” yang diselenggarakan oleh BEM Jurusan Muamalat Perbankan Syari’ah Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Rabu, 28 Desember 2006 Pembicara pada penyuluhan wakaf di media elektronik RRI yang diselenggarakan oleh Direktorat Pemberdayaan Wakaf Depag RI, maret 2007.Pembicara ekonomi syari’ah di Kajian RRI setiap minggu.Motivator ekonomi syari’ah di TVRI. Makalah, Artikel dan Buku yang telah dipublikasikan salah satunya yaitu: "Pengelolaan Wakaf uang ; Alternatif menegentaskan kemiskinan di Indonesia, Jurnal Dialog Edisi no. 63 Tahun 2007, Badan Litbang dan Diklat Departemen Agama RI .Pemberdayaan Masjid melalui pengelolaan wakaf uang di Indonesia (2007).Peran dan Tugas Badan Wakaf Indonesia (BWI) dalam Perspektif UU No. 41 Tahun 2004, Buletin Iqtisoduna BEM Fakultas Syari’ah, Edisi 05/Bulan VI/20 Juni 2006/23 Jumadil Ula 1427 H.A Management of Cash Endowment (Wakaf); A Strategy of Decreasing Indonesians poverty (2006).Saat menjadi Mahasiswa beliau aktif di BEM-F sebagai Koordinator pengembangan penelitian,Beliau juga aktif mengajar di pagi hari dan kuliah di sore hari dan melakukan kegiatan bisnis.Semua kegiatan tersebut membawa Beliau menjadi Mahasiswa yang mandiri dan berprestasi,hal tersebut ditandai dengan biaya kuliah yang dapat beliau bayar dengan uangnya sendiri atas hasil jerih payah dan semangatnya hingga pendidikan S3,lulus kuliah tepat waktu dengan hasil yang sangat baik hingga menjadi salah satu doctor termuda.Menurut Beliau “Besi akan mudah dibentuk saat dalam keadaan panas dan akan susah dibentuk saat dalam keadaan dingin”.Dosen dengan satu anak ini sangat bersemangat dalam mengajar,mendidik dan membimbing murid-muridnya saat didalam kelas sehingga membuat mahasiswa/i tidak bosan saat kegiatan perkuliahan sedang berlangsung dan aktif saat dikelas dengan Metode khas yang Beliau gunakan.Menurut Beliau Mahasiswa/i khususnya prodi muamalat/perbankan syari’ah harus terus bersemangat dan fokus dalam belajar,buatlah mimpi kecil dengan apa yang harus dilakukan yang ditulis dan dipajang untuk menjadi motivasi kedepan,selain itu mahasiswa/i harus dapat memahami dan menerapkan apa yang dipelajari,harus terus berusaha mempraktekkan tradisi syari’ah,terus berusaha membuat diri ini penasaran dan punya rasa ingin mengetahui,karena menurut Beliau “ketika kita sudah merasa pintar itulah kematian”. Selain itu yang menjadi dilema saat ini yaitu pengetahuan SDM dalam memahami tentang syari’ah yang masih sangat terbatas dan banyaknya Bank Syari’ah yang masih mempekerjakan SDM yang berkualitas kurang memadai,bila hal ini terus terjadi maka ekonomi syari’ah akan berjalan sangat lambat di Bank Syari’ah dan lama-kelamaan akan punah.Mahasiswa/i yang ada saat ini harus dapat menjadi mahasiswa/i yang diperhitungkan,best and different dan dapat melakukan inovasi,selain itu niat masuk di jurusan perbankan syari’ah harus diperbaharui, janganlah hanya ingin bercita-cita ketika lulus kuliah ingin bekerja di Bank Syari’ah.Namun jadilah entrepreneur Bank syari’ah yang terus menghidupkan Bank Syari’ah dimasa mendatang.dan teruslah menegakkan ekonomi syari’ah karena ekonomi syari’ah itu indah dan penuh dengan keadilan.Kayalah akan ilmu,kayalah akan materi dan kayalah akan hati seperti Imam Abu Hanifah. Berikanlah apa yang kamu ketahui,niscaya Allah akan memberitahu apa yang tidak kamu ketahui.Be the best!! Why not the Best?? Kesuksesan butuh perjuangan,dan janganlah berhenti berusaha untuk menegakkan syari’ah. (diliput oleh Bani)

Jumat, 17 Juni 2011

Kontradiksi Fungsi Intermediary Dengan Aplikasi Pembiayaan Bank Syariah Di Indonesia

A. Latar Belakang

Bank merupakan suatu lembaga dengan fungsi utama sebagai perantara keuangan (financial intermediary) antara pihak-pihak yang memiliki dana dengan pihak-pihak yang memerlukan dana, serta sebagai lembaga yang berfungsi memperlancar lalu lintas pembayaran. Perkembangan Bank syariah cukup pesat di setiap tahunnya, ditandai dengan pertumbuhan aset,pertambahan jumlah BUS, UUS, BPRS serta perluasan kantor cabang di setiap daerah Indonesia. Meskipun Perkembangannya cukup pesat,masih ada beberapa Bank Syariah yang mengabaikan fungsi utamanya sebagai lembaga intermediary khususnya dalam hal peyaluran pembiayaan. Berdasarkan data statistik perbankan syariah yang penulis dapatkan dari Bank Indonesia, Pembiayaan Murabahah untuk hal konsumtif disetiap bulannya atau bahkan tahunnya terus mengalami peningkatan dibandingkan dengan pembiayaan Mudaharabah dan Musyarakah untuk hal tambahan modal usaha.Sebagian masyarakat Indonesia menggunakan akad pembiayaan Murabahah untuk hal konsumtif,seperti pembelian kendaraan bermotor roda dua dan roda empat.Idealnya pembiayaan yang disaluran Bank Syariah lebih ditekankan kepada sektor rill atau sektor usaha dengan akad Mudaharabah ataupun Musyarakah.

Menurut Monzer Kahf Mudharabah merupakan wujud perekonomian ,karena secara makro bila sektor rill meningkat,pertumbuhan ekonomi Nasional akan meningkat dan akan berimbas kepada banyaknya penyerapan tenaga kerja secara otomatis akan mengurangi tingkat pengangguran,kemiskinan serta naiknya pendapatan per-kapita dan meningkatnya kesejahteraan masyarakat Indonesia karena pada dasarnya konsep berdirinya Bank Syariah tidak semata-mata mengejar keuntungan tapi menegakkan prinsip keadilan dan kemaslahatan ummat.Bila pembiayaan murabahah terus meningkat terutama yang digunakan untuk hal konsumtif,secara tidak langsung Bank mengembangbiakkan perilaku konsumtif masyarakat Indonesia yang seharusnya dapat dibatasi dengan Budget constraint dan mencegah sektor usaha.Masalah ini penulis rumuskan sebelum kunjungan, agar penulis memiliki persiapan yang matang dan dapat memperoleh data-data yang memang dibutuhkan. Perpustakaan Bank Indonesia merupakan Lembaga Penyedia data yang penulis kunjungi karena sesuai masalah yang dirumuskan, penulis membutuhkan data-data terkait perbankan syariah di Indonesia dan data-data tersebut lebih lengkap tersedia di tempat tersebut dibandingkan di tempat yang lain.Masalah ini penulis angkat sebagai wujud keprihatianan penulis terhadap Bank Syariah yang masih berlomba-lomba mencari keuntungan sebanyak-banyaknya dan mengabaikan fungsi utamanya sebagai lembaga intermediary.Berdasarkan latar belakang diatas penulis tertarik untuk membahas tentang “Kontradiksi Fungsi Intermediary dengan Aplikasi Pembiayaan Bank Syariah di Indonesia”

B. DATA KOMPOSISI PEMBIAYAAN BANK SYARIAH DI INDONESIA TAHUN 2009-2011

TAHUN 2009


• Akad Mudharabah :Mar:5,200 ,Juni: 6,117 ,Sept: 6,968
• Akad Musyarakah :Mar: 5,835 ,Juni: 6,518 ,Sept: 6,750
• Akad Murabahah :Mar:16,977 ,Juni: 19,811,Sept : 22,044

TAHUN 2010

• Akad Mudharabah :Jan:6,556,Feb: 6,592 ,Mar:6,716,Apr: 6,933 ,Mei:7,231 ,Jun:7,593,Jul:7,856,Aug:8,207 ,Sept:8,292,Okt: 8,411,Nov: 8,895 ,Des:8,631
• Akad Musyarakah :Jan:10,363, Feb: 10,725,Mar: 11,216 ,Apr: 11,632 ,Mei:11,950 ,Jun:12,420 ,Jul:12,645 ,Aug:13,323,Sept: 13,305,Okt: 13,943 ,Nov: 14,353 ,Des:14,624
• Akad Murabahah :Jan:26,532 , Feb: 27,288 ,Mar: 28,269 ,Apr: 28,922 ,Mei:29,744 ,Jun:31,108 ,Jul:32,027 ,Aug:33,310 ,Sept: 33,967,Okt: 34,831,Nov: 36,214 ,Des:37,508

TAHUN 2011

• Akad Mudharabah:Feb:8,560 ,mar:8,606
• Akad Musyarakah:Feb :14,600 ,mar :14,677
• Akad Murabahah :Feb:37,855 , mar :38,983



C. Proses Pengumpulan Data


Menurut Penulis,data yang telah direncanakan dapat diperoleh secara maksimal di Perpustakaan Bank Indonesia karena penulis membutuhkan data-data terkait perbankan syariah di Indonesia dan data-data tersebut lebih lengkap tersedia di tempat tersebut dibandingkan di tempat yang lain.Data yang penulis butuhkan sepenuhnya tertera di Statistik Perbankan Syariah (SPS) yang merupakan media publikasi yang menyediakan informasi mengenai data perbankan syariah di Indonesia. Statistik ini diterbitkan setiap bulan oleh Direktorat Perbankan Syariah – Bank Indonesia dan disusun untuk memenuhi kebutuhan intern Bank Indonesia dan kebutuhan pihak ekstern mengenai kegiatan perbankan syariah beserta perkembangannya.

Berdasarkan metodologi proses pengumpulannya,data yang digunakan dalam SPS bersumber dari Laporan Bulanan Bank Umum Syariah (LBUS) dan Laporan Bulanan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (LapBul BPRS) kecuali dinyatakan lain.Data LBUS dan LapBul BPRS yang disampaikan bank pelapor kepada Bank Indonesia diproses pada server web LBUS dan LapBul BPRS dapat menyebabkan perbedaan antara data yang dipublikasikan dalam SPS dengan publikasi yang lain. Oleh karena itu pembaca dihimbau memperhatikan waktu proses data.

Untuk mendapatkan data yang dicari ,penulis menyeleksi lembaga-lembaga terkait yang menyediakan data sekunder dalam hal ini khususnya data perbankan sesuai masalah yang diangkat, memilih tempat yang dapat menyediakan data sesuai yang penulis butuhkan,kemudian terpilihlah Perpustakaan Bank Indonesia sebagai tempat yang penulis kunjungi.Menurut penulis belum ada studi terdahulu yang meneliti persoalan yang penulis angkat.

D. Model Analisis yang Direncanakan

Jenis data yang penulis gunakan merupakan data kuantitatif yang berbentuk statistik.Data tersebut bersumber dari Laporan Bulanan Bank Umum Syariah (LBUS) dan Laporan Bulanan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (LapBul BPRS) kecuali dinyatakan lain.Data LBUS dan LapBul BPRS yang disampaikan bank pelapor kepada Bank Indonesia diproses pada server web yang diterbitkan setiap bulan oleh Direktorat Perbankan Syariah – Bank Indonesia.Berdasarkan penjelasan diatas penulis dapat memastikan bahwa data tersebut asli,terpercaya,akurat,dan dapat digunakan untuk menjawab permasalahan yang telah dirumuskan.Dokumen yang penulis pilih adalah Statistik Perbankan Syariah (SPS) yang menyediakan informasi mengenai data perbankan syariah di Indonesia. dan disusun untuk memenuhi kebutuhan intern Bank Indonesia dan kebutuhan pihak ekstern mengenai kegiatan perbankan syariah beserta perkembangannya.Namun isi dokumen tersebut sangat banyak,penulis hanya mengambil data yang dibutuhkan untuk menjawab permasalahan yang telah tertera diatas dengan batasan dokumen tahun 2005-2011 karena dianggap sudah cukup untuk menjawab permasalahan diatas.Penulis tidak ikut serta dalam proses pengumpulan data statistik tersebut karena yang mengumpulkannya adalah pihak terkait Bank Indonesia,Penulis hanya datang ke Perpustakaan Bank Indonesia dengan membawa catatan data apa yang perlu diambil untuk kemudian memilih beberapa data penting yang dapat digunakan dalam menjawab permasalahan diatas.

E. Evaluasi Secara Umum

Perpustakaan Bank Indonesia yang penulis kunjungi beralamatkan di Jl.MH.Thamrin No.2,Jakarta Pusat 10010 Menara Syarifuddin lantai 2 menyediakan Buku dan Koleksi Periodikal antara lain:Ekonomi,Moneter,Perbankan,Sistem Pembayaran, Humaniora,Agama,Psikologi,Kesehatan,Fiksi dan Bacaan anak remaja dengan koleksi yang terdiri atas: (1)lebih dari 45000 judul buku dengan jumlah lebih dari 52000 eksemplar.(2)Lebih dari 500 judul Publikasi Periodikal.(3)E-book.(4)Jurnal Online,JSTOR,Proquest,Emerald,Springerlink,RePec-IDEAS, IJCB & NBER. (5)Kliping Berita dari sejumlah harian dengan tahun penerbitan sejak 1998 hingga terkini.(6)Koleksi Digital&Audiovisual (CD,VCD&DVD).
Prosedur yang harus ditempuh untuk mendapatkan data yang ada di Perpustakaan BI dibedakan berdasarkan kebutuhan peneliti,Bila hanya sekedar tugas perkuliahan biasa prosesnya sama dengan kunjungan,peneliti cukup datang ke BI,menukar KTP dengan Kartu kunjungan ke Bank Indonesia dan menuju Perpustakaan Bank Indonesia,sampai di Perpustakaan menuliskan nama di daftar kunjungan dan menukar Kartu kunjungan ke Bank Indonesia dengan kartu kunjungan Perpustakaan Bank Indonesia,setelah itu menuju ke lantai 2 bagian Perpustakaan Riset atau Perpustakaan Utama Bank Indonesia,masuk dan mengambil kartu kunjungan ke tempat yang dikunjungi dari kedua tempat tersebut.Di tempat tersebut peneliti bebas memilih data apa yang ingin didapatkan baik dari data softcopy ataupun hardcopy.Bila memerlukan data untuk Skripsi,Tesis,Disertasi,Karya ilmiah yang membutuhkan data lebih spesifik,prosesnya hampir sama dengan yang diatas,namun ada yang berbeda,yaitu peneliti harus memberikan surat pengantar dari tempat yang bersangkutan,sebagai contoh,bila Mahasiswa membutuhkan data Skripsi,Mahasiswa harus menyerahkan surat pengantar dari Kampus yang bersangutan ditandatangani oleh Pembantu Dekan 3 dan menyerahkannya ke bagian Perpustakaan Bank Indonesia yang ditujukan.
Penulis dapat memastikan bahwa data yang telah dikumpulkan sesuai dengan yang dibutuhkan penulis,data tersebut yaitu pergerakan komposisi pembiayaan bank syariah di Indonesia dari tahun 2005-2011 guna mengamati perbandingan dari tahun ke tahunnya dan menjawab permasalahan tentang Kontradiksi Fungsi Intermediary dengan Aplikasi Pembiyaan Bank Syariah di Indonesia.Data tersebut sudah tersedia dengan Baik di dokumen statistik Perbankan Syariah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia yang telah penulis kumpulkan dan lampirkan.Menurut penulis,praktek kunjungan ke lembaga penyedia data ini sangat bagus,guna menambah wawasan penulis dan mempermudah jalur bila penulis membutuhkan data untuk skripsi di kemudian hari.Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Drs.Noryamin Aini,M.A. selaku Dosen Pengajar yang telah memberikan praktek kunjungan ke lembaga penyedia data ini.Penulis berharap tugas ini terus dilanjutkan dan lebih dikembangkan.

Kamis, 16 Juni 2011

SISTEM OPERASIONAL PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIA


1. SISTEM PENGHIMPUNAN DANA


Metode penghimpunan dana yang ada pada Bank-bank konvensional didasari teori yang diungkapkan Keynes yang mengemukakan bahwa orang membutuhkan uang untuk tiga Kegunaan, yaitu fungsi transaksi, cadangan, dan investasi. Oleh karena itu, produk penghimpunan dana pun disesuaikan dengan tiga fungsi tersebut, yaitu berupa giro, tabungan, dan deposito.
Berbeda dengan hal berikut, bank syariah tidak melakukan pendekatan tunggal dalam menyediakan produk penghimpunan dana bagi nasabahnya. Pada dasarnya, dilihat dari sumbernya, dana bank syariah terdiri atas:

a. Sumber Dana

Sebagai salah satu lembaga yang berfungsi untuk mengimpun dana masyarakat, bank syariah harus memiliki sumber dana optimal sebelum disalurkan kembali ke masyarakat. Disamping itu, sebagai bang syariah yang di tuntut untuk mempraktikan kaidah Islam, maka perlu dipahami terlebih dahulu dana masyarakat dan transaksi-transaksinya yang tidak bertentangan dengan syariat Islam. Sumber dana yang dapat dihimpun dari masyarakat terdiri dari (3) tiga jenis dana, yaitu dana modal yaitu dana dari pendiri bank dan dari para pemegang saham tersebut , dana titipan masyarakat baik yang dikelola oleh bank dalam sistem Wadi’ah, maupun yang diinvestasikan melelui bank dalam bentuk dana investasi khusus (Mudhrabah Muqayyadah) atau investasi terbatas (Mudhrabah Muqayyadah) serta dana zakat, infak, dan sadaqah.

1) Modal

Modal merupakan dana (dalam bentuk pembeliaan saham) yang disediakan oleh pemilik yang mempunyai hak untuk memperoleh dividen dan penggunaan modal yang disertakan tersebut. Dalam perbankan syariah, mekanisme penyertaan modal pemegang saham dapat dilakukan melalui musyawarah fi sahm asy-syariqah atau equity partcipation pada saham perseroan bank

2)Dana titipan masyarakat

3)Dana dari ZIS

Dana ini peruntukannya jelas satu dari ciri khas bank syariah selain mengelola dana untuk kepentingan komersial bank juga harus berfungsi sebagai pengelola dana untuk kepentingan sosial. Dalam pelaksanaannya, bank syariah dapat bekerja sama dengan lembaga-lembaga sosial lainnya yang bergerak di bidang pemberdayaan perekonomian masyarakat seperti Dompet Dhuafa, Forum Zakat (FOZ), dan Badan Amil Zakat (BAZ)

b.Titipan (Al-Wadiah)

Salah satu prinsip yang digunakan bank syariah dalam penghimpunan dana adalah dengan menggunakan prinsip titipan. Adapun akad yang sesuai dengan prinsip ini adalah Al-Wadiah. Al-Wadiah merupakan titipan murni yang setiap saat dapat diambil jika pemiliknya menghendaki. Secara umum terdapat dua jenis Al-Wadiah, yaitu:

1)Wadiah Yad Al-Amanah. Jenis ini mempunyai karakteristik sebagai berikut:
a.Harta atau benda yg dititipkan tidak boleh dimanfaatkan dan digunakan oleh penerima titipan
b.Penerima titipan (bank) hanya berfungsi sebagai penerima amanah yang bertugas dan berkewajiban untuk menjaga barang yang dititipkan tanpa mengambil manfaatnya
c.Sebagai kompensasi, penerima titipan diperkenankan untuk membebankan biaya (Fee) kepada yang menitipkan.
Adapun bentuk aplikasinya dalam perbankan syariah berupa produk safe deposit box.

2)Wadiah Yad Adh-Dhomah. Wadiah jenis ini memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
a.Harta atau benda yang dititipkan diperbolehkan untuk dimanfaatkan oleh penyimpan
b.Apabila ada hasil dari pemanfaatan benda titipan, maka hasil tersebut menjadi hak dari penyimpanan. Tidak ada kewajiban dari penyimpan untuk memberikan hasil tersebut kepada penitip sebagai pemilik benda
Prinsip ini di aplikasikan dalam bentuk giro dan tabungan. Namun perlu ditekankan disini bahwa bank tidak memperjanjikan hasil dari benda titipan yang di manfaatkan tersebut kepada nasabah. Pemberian hasil hanya sebagai bonus dari kebijakan bank dan tidak ditentukan atau disebutkan dalam akad.

3)Investasi (Mudharabah)

Akad yang sesuai dengan prinsip investasi adalah mudharabbah yang mempunyai tujuan kerjasama antara pemilik dana (shahibul maal) dan pengelola dana (mudharib), dalam hal ini adalah bank. Pemilik dana sebagai deposan dibank syariah berperan sebagai investor murni yang menanggung aspek sharing risk dan return dari bank. Dengan demikian deposan bukanlah lander atau kreditor bagi bank seperti halnya pada bank konvensional. Secara garis besar mudharabbah terbagi menjadi dua jenis, yaitu:

a)Mudharabah Muthlaqah

Dalam prinsip ini hal utama yang menjadi cirinya adalah shahibul maal tidak memberikan batasan-batasan atas dana yang diinvestasikannya atau dengan kata lain, mudharib di beri wewenang penuh mengelola tanpa terikat waktu, tempat, jenis, usaha, dan jenis pelayanannya. Aplikasi perbankan yang sesuai dengan akad ini adalh tabungan dan deposito berjangka.

b)Mudharabah Muqayyadah

Pada jenis akad ini, shahibul maal memberikan batasan atas dana yang diinvestasikannya. Mudharib hanya bisa mengelola dana tersebut sesuai dengan batasan jenis usaha, tempat, dan waktu tertentu saja. Aplikasinya dalam perbankan adalah special investment based on restricted mudharabah. Model ini dirasa sanagt cocok pada saat krisis dimana sektor perbankan mengalami kerugian meyeluruh. Dengan special investmen, investor tertentu tidak perlu menanggung over head bank yang terlalu besar karena seluruh dananya masuk ke proyek khusus dengan return dan cost yang dihitung khusu pula.

2.SISTEM PENYALURAN DANA (Financing)

Bank syariah sebagai suatu lembaga keuangan akan terlibat dengan berbagai jenis kontrak perdagangan syariah. Semua elemen kontrak sudah pasti mempunyai asas dan prinsip yang jelas secara syariah. Penyakluran dana perbankan syariah dapat dikategorikan menjadi dua bentuk, yaitu;

a.Equity Financing
Bentuk ini terbagi pula dalam pilihan skim mudharabah muthalaqah/muqayyadah atau dalam bentuk musyarakah.

1)Al-Mudharabah
Dari segi konsep dasar, mudharabah yang akan dijelaskan disini sama dengan mudharabah yang telah dijelaskan sebelumnya dalam penghimpunan dana bank (deposit nasabah), namun ada yang membedakannya. Al-Mudharabah pada pelaksanaan deposit nasabah, maka nasabah sebagai penyandang dana bertindak sebagai shahibul maal dan bank sebagai mudharib (pengelola dana). Sedangkan pada skim pembiayaan, bank bertindak sebagai shahibul maal dan pengelola usaha bertindak sebagai mudharib. Fasilitas ini dapat diberikan untuk jangka waktu tertentu, sedangkan bagi hasil dibagi secara periodik dengan nisbah yang disepakati. Setelah jatuh tempo, nasabah mengembalikan jumlah dana tersebut beserta porsi bagi hasil yang menjadi bagian bank.
Dalam pelaksanaaan kontrak AL-Murabahah, bank tidak dibenarkan meletakkan kolateral (jaminan) kepada nasabah, karena ia bukan bersifat utang, ia bersifat kerja sama dengan modal kepercayaan antara bank dan nasabah. Dengan kata lain, masing-masing pihak mempunyai bagian atas hasil usaha bersama tersebut dan juga beban risikonya (full investment).

2) Al-Musyarakah

Yang dimaksud dengan musyarakah adalah akad antara dua orang atau lebih dengan menyertakan modal dan dengan keuntungan dibagi sesama mereka menurut porsi yang disepakati. Musyarakah lebih dikenal dengan sebutan syarikat merupakan gabungan pemegang saham untuk membiayai suatu proyek, keuntungan dan proyek tersebut dibagi menurut presentse yang disetujui, dan seandainya proyek tersebut mengalami kerugian, maka beban kerugian tersebut ditanggung bersama oleh pemegang saham secara proporsional.
Bank syariah dalam aplikasinya hanya menggunakan instrumen syarikat Al-Man, karena jenis syarikat inilah yang lebih sesuai dengan keadaan perdagangan saat ini. produk-produk yang dikeluarkan melalui syarikat biasanya beraneka ragam, diantaranya modal ventura, dimana bank ikut memberi modal terhadap suatu perusahaan dan dalam jangka waktu tertentu akan melepas kembali saham perusahaan tersebut kepad rekan kongsi dan kemungkinan juga tetap bermitra untuk jangka panjang. Di Indonesia, sudah ada banyak bank syariah yang melakukan produk seperti ini, dan jenis usaha yang dibiayai antara lain perdagangan, industri (manufacturing), usaha atas dasr kontrak dan lain sebagainya.dalam kontrak Al-Musyarakah, bank juga tidak boleh memberatkan nasabah dengan persyaratan agunan atau kolateral, karena kontrak ini berbentuk kerja sama dan bukan utang-piutang. Kesalahan pada pembebanan jaminan menyebabkan kontrak menjadi fasad.


b.Debt Financing.

Debt Financing adalah dalam teori meliputi objek-objek berupa pertukaran antara barang dengan barang (barter), barang dengan uang, uang dengan barang, dan uang dengan uang. Mengenai objek pertama dan terakhir terdapat permasalahan pertukaran antara barang dengan barang dipertimbangkan dapat menimbulkan ribah fadhal. Sedangkan pertukaran antara uang dengan uang pun demikian, di khawatirkan dapat menimbulkan ribah nasiah. Pertukaran antar uang dengan uang (sharf) dalam perbankan syariah dimasukkan dalam bidang jasa pertukaran uang, yang mensyaratkan pertukaran langsung tanpa penundaan pembayaran. Oleh karena itu dalam operasional perbankan syariah hanya digunakan dua objek lainnya, yaitu pertukaran antara barang dengan barang dan uang dengan uang.

1.Barang dengan uang
Transaksi barang dengan uang yang dapat di lakukan dengan skim jual beli (ba’i) atau pun sewa menyewa (ujrah). Yang termasuk skim jual beli adalah:

a.Ba’i Al-Murabahah

Skim ini adalah bentuk jual beli barang pada harga asal dengan tambahan keuntungan yang disepakati, dalam ba’i Al- murabahah, penjual harus menentukan suatu tingkat keuntungan sebagai tambahannya (mark up). margin keuntungan adalah selisih harga jual dikurangi harga asal yang merupakan pendapat bank. Pembayaran dari harga barang dilakukan secara tangguh atau dengan kata lain dibayar lunas pada waktutertentu yang disepakati. Dari segi hukumnya bertransaksi dengan menggunakan elemen murabahah ini adalah suatu yang dibenarkan dalam islam. Keabsahannya juga bergantung pada syarat-syarat dan rukun-rukun yang telah ditetapkan.
Adapun syarat-syarat tersebut adalah:
1.Pembeli hendaklah betul-betul mengetahui modal sebenarnya dari suatu barang yang hendak dibeli
2.Penjual dan pembeli hendaklah setuju dengan kadar untung atau tambahan harga yang ditetapkan tanpa ada sedikit pun paksaan
3.Barang yang dijualbelikan bukanlah barang barang ribawi
4.Sekiranya barang tersebut telah dibeli dari pihak lain, jual beli yang pertama itu mestilah sah menurut perundangan Islam.
Sedangkan rukun jual beli murabahah adalah:
1. Penjual (ba’i)
2. Pembeli (musytariy)
3. Barang (mabi’)
4. Sighat dalam bentuk ijab kabul.

b.Ba’i Bithaman Ajil

Bagi orang yang membutuhkan biaya untuk keperluanproduktif ataupun konsumtif, ia dapat menggunakan konsep ini dalam berkontrak. Hal karena prinsip ini memberikan ruang kepada nasabah untuk membeli sesuatu dan cara pembayaran yang ditangguhkan arau secara diangsur (al-taqsid).

Sedangkan yang termasuk skim sewa-menyewa (ujrah):

a.Al-Ijrah (operasional Lease)

Konsep ini secara etimologi erarti upah atau sewa. Ahli sewa islam mendefinisikan dengan menjual manfaat, kegunaan, jasa dengan bayaran yang ditetapkan. Konsep ini tidak sama dan tidak dapat dikaitkan dengan jual-beli, sebab akad jal beli adalah kekal (muabbadan), sedangkan al-ijarah akad ini dalam masa teertentu (muaqqatan). Bank syariah mengaplikasikan elemen ini dengan berbagi bentuk produk yang diletakkanpada skim pembiayaan, diantara caranya adalah:
1.Bank dapat memberi pembiayaan kepada nasabah untuk tujuan mendapatkan penggunaan manfaat sesuatu harta dibawah elemen al-ijarah.
2.Bank terlebih dahulu membeli harta yang akan digunakan oleh nasabah, kemudian bank menyewakan kepada nasabah menurut tempo yang dikehendaki, kadar sewaan, dan syarat-syarat lain yang disetujui kedua belah pihak.

b.Ijarah wa iqtina (finansial lease)

Skim ini merupakan bentuk lain dari ijarah di mana persewaan berakhir dengan perpindahan hak milik dan objek sewa. Skim ini lebih banyak dipakai pada perbankan karenalebih sederhana dari sisi pembukuan dan bank sendiri tidak direpotkan untuk pemeliharan aset, baik pada saat leasing maupun sesudahnya.

2. Uang dengan Barang
Pertukaran ini dapat dilakukan dengan skim:

a.Ba’i as-Salam (In-front Payment Sale)

Skim ini secara terminologi berarti menjual suatu barang yang penyerahannya ditunda, atau menjual suatu barang yang ciri-cirinya disebutkan secara jelas dengan pembayaran modal terlebih dahulu, sedangkan barangnya diserahkan kemudian hari. Di dalam masyarakat, skim ini lebih dikenal dengan jual beli pesanan atau inden. Dalam transaksi ba’i as-salam mengharuskan adanya pengukuran atau spesifikasi barang yang jelas dan keridhaan para pihak. Dalam teknis perbankan syariah, salam berarti pembelian yang dilakukan oleh bank dan nasabah dengan pembayaran di muka dengan jangka waktu penyerahan yang disepakati bersama. Harga yang dibayarkan dalam salam tidak boleh dalam bentuk utang melainkan dalam bentuk tunai yang dibayar segera.

b.Ba’i al-Istishna(istisna sale)

Skim ini adalah akad jual beli antara pemesan/pembeli dengan produsen atau penjual di mana barang yang akan diperjualbelikan harus dibuat lebih dahulu dengan kriteria yang jelas. Dalam literatur fikih klasik disebutkan istishna sebagai lanjutan dari ba’i as-salam, sehinggaa ketentuan dan aturannya mengikuti akad ba’i as-salam. Adapun yang membedakannya dengan as-salam adaah pada metode pembayaran sifat kontraknya. Pada ba’i as-salam, pembayaran lebih bersifat fleksibel di mana tidak dilakukan secara lunas tetapi bertahap sesuai dengan barang yang diterima pada termin waktu tertentu. Sifat kontrak pada skim baik as-salam adalah mengikat secara asli (thabi’i) pada semua pihak dari semula, sedangkan pada istishna, bersifat mengikat ecara ikutan untuk melindungi produsen sehingga tidak ditinggalkan begitu saja oleh konsumen.

3.JASA LAYANAN PERBANKAN

a.Al-Wakalah (Deputyship)

Adalah akad perwakilan antara dua pihak, dimana pihak pertama mewakilkan suatu urusan kepada pihak kedua untuk bertindak atas nama pihak pertama. Dalam aplikasinya dalam perbankan syariah, wakalah biasanya diterapkan dalam penerbitan Letter Of Credit(L/C) atau penerusan permintaan akan barang dalam negeri dari bank di Luar Negeri(L/C Ekspor). Wakalah juga diterapkan untuk mentransfer dana nasabah kepada pihak lain.

b.Kafalah(Gauranty)

Menurut Mazhab Maliki, Syafi’i dan Hambali, kafalah adalah menjadikan seseorang (penjamin)ikut bertanggung jawab atas tanggung jawab seseorang dalam pelunasan/pembayaran utang. Aplikasinya dalam dunia perbankan adalah penerbitan garansi bank (Bank Guarantee). Ada beberapa jenis wakalah, yaitu:
1)Kafalah bin Nafs, yaitu akad memberikan jaminan atas diri si penjamin (personal guarantee).
2)Kafalah bil-Maal, yaitu jaminan pembayaran atau pelunasan utang. Dalam aplikasinya di perbankan dapat berbentuk jaminan uang muka (Advance Payment Bond) atau jaminan pembayaran (Payment Bond).
3)Kafalah Mualaqah dan Munjazah, yaitu jaminan mutlak yang dibatasi oleh kurun waktu dan untuk tujuan tertentu. Dalam perbankan modern hal ini diterapkan untuk pelaksanaan suatu proyek (Performence Bond) atau jaminan penawaran (Bid Bond).
4)Kafalah Bit Taslim, yaitu penjaminan atas pengembalian atas barang sewa pada saat jangka waktu habis.

c.Hawalah (Transfer Service)

Hawalah akad pemindahan utang atau piutang suatu pihak kepada pihak lain. Dalam hal ini ada tiga pihak, yaitu pihak yang berutang (muhil atau madin), pihak yang memberi utang(muhal atau da’iin) dan pihak yang menerima pemindahan (muhal ‘alaih). Akad hawalah diterapkan pada hal-hal berikut:

1)Factoring atau anjak piutang, dimana para nasabah yang memiliki piutang kepada pihak ketiga memindahkan piutang itu kepada bank.
2)Post-dated Check, dimana bank bertindak sebagai juru tagih, tanpa membayar terlebih dahulu piutang tersebut.
3)Bill Discounting, dimana pada prinsipnya sama dengan pelaksanaan konsep hawalah, hanya saja dalam bill discounting, nasabah harus membayar fee yang tidak dikenal pada hawalah lainnnya.

d.Ju’alah

Jualah adalah suatu kontrak dimana pihak pertama menjanjikan imbalan tertentu kepada pihak kedua atas pelaksanaan suatu tugas/pelayanan yang dilakukan oleh pihak kedua untuk kepentingan pihak pertama. Prinsip ini dapat diterapkan oleh bank dalam menawarkan berbagai pelayanan dengan mengambil fee dari nasabah, seperti referensi bank, informasi usaha dan lain sebagainya.

e.Rahn

Rahn adalah menahan salah satu harta milik si peminjam sebagai jaminan yang diterimanya. Barang yang dithan tersebut harus memiliki nilai ekonomis. Dengan demikian, pihak yang menahan dapat memperoleh jaminan untuk dapat mengambil kembali seluruh atau sebagian piutangnya. Aplikasinya dapat berupa lembaga gadai dan pada bank diterapkan sebagai collateral atas suatu pembiayaan/pinjaman.

f.Al-Qardh (Soft and Benevolent Loan)

Al-Qardh adalah pembelian harta kepada orang lain yang dapat ditagih kembali atau dengan kata lain meminjamkan tanpa mengharapkan imbalan. Dalam literatur fikih klasik, ard dikategorikan dalam akad tathawwui atau akad saling membantu dan bukan transaksi komersial. Sedangkan aplikasinya dalam dunia perbankan syariah dapat berupa al-Qard al-Hasan sebagai bentuk sumbangsih kepada dunia usaha kecil. Di indonesia sendiri, dana untuk skim ini berasal dari dana Badan Amil Zakat, Infaq dan Sedekah (BAZIS). Pada prinsipnya qardhul hasan merupakan pinjaman dengan tujuan kebajikan, dimana peminjam hanya perlu membayar jumlah uang yang dipinjamkan tanpa membayar tambahan.

g.Sharf

Sharf adalah transaksi pertukaran antara uangdengan uang. Pengertian pertukaran uang yang dimaksud disini yaitu pertukaran valuta asing , dimana mata uang asing dipertukarkan dengan mata uang domestik atau mata uang lainnya.



DAFTAR PUSTAKA

•Suwiknyo, Dwi. Analisis laporan Keuangan Perbankan Syariah. Yoyakarta: Pustaka Pelajar,2010.
•Antonio, Muhammad Syafi’i. Bank Syariah: dari Teori ke Praktik. Jakarta: Gema Insani Press, 2001.
•Dewi, Gemala. Aspek-Aspek Hukum dalam Perbankan & Perasuransian Syariah di Indonesia. Jakarta: Kencana, 2004.
•www.bi.go.id

Rabu, 15 Juni 2011

PENANGANAN PEMBIAYAAN BERMASALAH BANK SYARIAH

BAB I
A. PENDAHULUAN

Salah satu faktor penting dalam pembangunan suatu Negara adalah adanya dukungan dari sistem keuangan yang sehat dan stabil.Perkembangan perekonomian yang semakin kompleks tentunya membutuhkan ketersediaan dan peran serta lembaga keuangan. Kebijakan moneter dan perbankan merupakan bagian dari kebijakan ekonomi yang diarahkan untuk mencapai sasaran pembangunan. Oleh karena itu peranan perbankan dalam suatu negara sangat penting. Tidak ada suatu negarapun yang hidup tampa memamfaatkan lembaga keuangan (Siamat, 1995: 47). Lembaga keuangan menjadi sangat penting dalam memenuhi kebutuhan dana bagi pihak defisit dana dalam rangka untuk mengembankan dalam memperluas suatu usaha atau bisnis. Lembaga keuangan sebagai lembaga intermediasi berfungsi mengatur mobilisasi dana dari pihak surplus dana ke pihak defisit dana.
Berbicara mengenai kredit dan pembiayaan tidak terlepas dari lembaga keuangan karena lembaga keuangan yang dengan umun sebagai penyedia kredit bagi masyarakat yang membutuhkan dana.Saat ini ada dua lembaga keuangan yaitu lembaga keuangan bank dan lembaga keuangan bukan bank. Lembaga keuangan bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Sedangkan lembaga keuangan bukan bank adalah lembaga keuangan yang menghimpun dana dari masyarakat melalui penjualan surat-surat berharga. Bentuk dari lembaga bukan bank ini adalah: Modal Venture, anjak piutang, dana pensiun dan pegadaian.
Lembaga keuangan perbankan merupakan lembaga keuangan yang bertugas menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali ke masyarakat guna memenuhi kebutuhan dana bagi pihak yang membutuhkan, baik untuk kegiatan produktif maupun konsumtif.Namun Sepandai apapun analisis pembiayaan dalam menganalisis setiap permohonan pembiayaan, kemungkinan pembiayaan tersebut macet pasti ada, hal ini disebabkan oleh unsur-UNSUR sebagai berikut(1) Dari piha perbankandalam melakukan analisisnya, pihak analisis kurang teliti, sehingga apa yang seharusnya terjadi, tidak diprediksi sebelumnya. Dapat pula terjadi akibat kolusi dari pihak analis pemiayaan dengan pihak debitur sehingga dalam analisisnya dilakukan secara subjektif.(2)Dari pihak nasabah
Adanya unsur kesengajaan .Dalam hal ini nasabah sengaja untuk tidak bermaksud membayar kewajibannya kepada bank sehingga pembiayaan yang diberikannya macet. Dapat dikatakan tidak adanya unsur kemauan untuk membayar.(3)Adanya unsur tidak sengaja,artinya si debitur mau membayar akan tetapi tidak mampu. Sebagai contoh pembiayaan yang dibiayai mengalami musibah seperti kebakaran, kena hama,kebanjiran dan sebagainya. Sehingga kemampuan untuk membayar pembiayaan tidak ada.

Dalam hal pembiayaan macet pihak bank perlu melakukan penyelamatan, sehingga tidak akan menimbulkan kerugian. Penyelamatan yang dilakukan apakah dengan memberikan keringanan berupa jangka waktu atau angsuran terutama bagi pembiayaan terkena musibah atau melakukan penyitaan bagi pembiayaan yang sengaja lalai untuk membayar. Terhadap pembiayaan yang mengalami kemacetan sebaiknya dilakukan penyelamatan sehingga bank tidak mengalami kerugian.Namun bila tidak dimungkinkan melakukan penyelamatan maka langkah yang ditempuh selanjutnya adalah proses penyelesaian,dapat melalui Arbitrase,Pengadilan maupun badan hukum terkait dengan penyelesaian pembiayaan


BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian

Menurut UU No. 10 tahun 1998 pasal 1 ayat 12 tentang Perbankan menyatakan Pembiayaan berdasarkan prinsip syariah adalah penyediaan uang atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil.

Menurut UU No. 10 Tahun 1998 Pasal 1 angka 11, menyebutkan bahwa kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu,berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dalam jumlah bunga

B. Dasar Hukum Pembiayaan
1. Keputusan Presiden No. 61 tahun 1988 Keputusan Presiden No. 61 tahun 1988
2. Peraturan Menteri Keuangan No.84/PMK.012/200684/PMK.012/2006
3. Definisi Lembaga Pembiayaan Berdasarkan Kepres 61/88 Berdasarkan Kepres 61/88
4. Perjanjian pinjam meminjam uang (KUH Perdata Bab. XIII)
5. UU Perbankan (UU No. 7 thn 1992, UU No. 10 thn 1998, UU No. 21 thn 2008)
6. Peraturan BI No. 7/2/PBI/2005
7. Surat edaran BI No. 26/4/BPPP tgl 29 Mei 1993, tentang penyelamatan kredit bermasalah.
8. UU No. 30 thn 1999 tentang arbritase dan alternatif penyelesaian sengketa.

C. Perbedaan signifikan pembiayaan antara Bank Syariah dengan Bank Konvensional

BANK SYARIAH

Melakukan investasi-investasi yang halal saja
Berdasarkan prinsip bagi hasil, jual beli atau sewa Memakai perangkat bunga
Profit dan falah oriented
kemitraan Penghimpunan dan penyaluran dana harus sesuai dengan fatwa Dewan Pengawas Syariah

BANK KONVENSIONAL

Investasi yang halal dan haram
Profit oriented
Hubungan dengan nasabah dalam bentuk hubungan kreditur-debitur
Hubungan dengan nasabah dalam bentuk hubungan Tidak terdapat dewan sejenis


D. Tujuan dan Fungsi Pembiayaan


1. Tujuan Pembiayaan

Tujuan pembiayaan berdasarkan prinsip syariah adalah untuk meningkatkan kesempatan kerja dan kesejahteraan ekonomi sesuai dengan nilai-nilai Islam. Pembiayaan tersebut harus dapat dinikmati oleh sebanyak-banyaknya pengusaha yang bergerak dibidang industri, pertanian, dan perdagangan untuk menunjang kesempatan kerja dan menunjang produksi dan distribusi barang-barang dan jasa-jasa dalam rangka memenuhi kebutuhan dalam negeri maupun ekspor.

2. Fungsi pembiayaan

Keberadaan bank syariah yang menjalankan pembiayaan berdasarkan prinsip syariah bukan hanya untuk mencari keuntungan dan meramaikan bisnis perbankan di Indonesia, tetapi juga untuk menciptakan lingkungan bisnis yang aman, diantaranya :
 Memberikan pembiayaan dengan prinsip syariah yang menerapkan sistem bagi hasil yang tidak memberatkan debitur.
 Membantu kaum dhuafa yang tidak tersentuh oleh bank konvensional karena tidak mampu memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh bank konvensional.
 Membantu masyarakat ekonomi lemah yang selalu dipermainkan oleh rentenir dengan membantu melalui pendanaan untuk usaha yang dilakukan
 Membuka kesempatan kerja, dalam hal ini untuk pembiayaan pembangunan usaha baru atau perluasan usaha akan membutuhkan tenaga kerja baru sehingga dapat menyedot tenaga kerja yang masih menganggur.
 Meningkatkan jumlah barang dan jasa, jelas sekali bahwa sebagian besar pembiayaan yang disalurkan akan dapat meningkatkan jumlah barang dan jasa yang beredar di masyarakat.
 Menghemat devisa negara, terutama untuk produk-produk yang sebelumnya diimpor dan apabila sudah dapat diproduksi didalam negeri dengan fasilitas pembiayaan yang ada jelas akan menghemat devisa negara.
 Menigkatkan devisa negara, apabila produk dari pembiayaan yang dibiayai untuk keperluan ekspor.

E. Jenis – Jenis Pembiayaan

1. Berdasarkan Tujuan Penggunaannya, dibedakan dalam :
a. Pembiayaan Modal Kerja, yakni pembiayaan yang ditujukan untuk memberikan modal usaha seperti antara lain pembelian bahan baku atau barang yang akan diperdagangkan.
b. Pembiayaan Investasi, yakni pembiayaan yang ditujukan untuk modal usaha pembelian sarana alat produksi dan atau pembelian barang modal berupa aktiva tetap / investaris.
c. Pembiayaan Konsumtif, yakni pembiayaan yang ditujukan untuk pembelian suatu barang yang digunakan untuk kepentingan perseorangan ( pribadi ).
2. Berdasarkan Cara Pembayaran / Angsuran Bagi Hasil, dibedakan dalam:
a. Pembiayaan Dengan Angsuran Pokok dan Bagi Hasil Periodik, yakni angsuran untuk jenis pokok dan bagi hasil dibayar / diangsur tiap periodik yang telah ditentukan misalnya bulanan.
b. Pembiayaan Dengan Bagi Hasil Angsuran Pokok Periodik dan Akhir, yakni untuk bagi hasil dibayar / diangsur tiap periodik sedangkan pokok dibayar sepenuhnya pada saat akhir jangka waktu angsuran
c. Pembiayaan Dengan Angsuran Pokok dan Bagi Hasil Akhir, yakni untuk pokok dan bagi hasil dibayar pada saat akhir jangka waktu pembayaran, dengan catatan jangka waktu maksimal satu bulan.
Berdasarkan Jangka Waktu Pemberiannya, dibedakan dalam
a. Pembiayaan dengan Jangka Waktu Pendek umumnya dibawah 1 tahun
b. Pembiayaan dengan Jangka Waktu Menengah umumnya sama dengan 1 tahun
c. Pembiayaan dengan Jangka Waktu Panjang, umumnya diatas 1 tahun sampai dengan 3 tahun.
d. Pembiayaan dengan jangka waktu diatas tiga tahun dalam kasus yang tertentu seperti untuk pembiayaan investasi perumahan, atau penyelamatan pembiayaan
5. Berdasarkan Sektor Usaha yang dibiayai
a. Pembiayaan Sektor Perdagangan (contoh : pasar, toko kelontong, warung sembako dll.)
b. Pembiayaan Sektor Industri (contoh : home industri; konfeksi, sepatu)

F. Kriteria Pemberian Pembiayaan
Jangan pernah memberikan pembiayaan bila pertimbangan lebih kepada :
 Belas kasihan
 Kenalan (bersaudara atau teman)
 Nasabah orang terhormat (terkenal, disegani, status sosial tinggi dll)
Utamakan berdasarkan unsur-unsur :
 Kelayakan usaha
 Kemampuan membayar


G. Prinsip – Prinsip Pemberian Pembiayaan


Dalam melakukan penilaian permohonan pembiayaan bank syariah bagian marketing harus memperhatikan beberapa prinsip utama yang berkaitan dengan kondisi secara keseluruhan calon nasabah. Di dunia perbankan syariah prinsip penilaian dikenal dengan 5 C + 1 S , yaitu :
a. Character
Yaitu penilaian terhadap karakter atau kepribadian calon penerima pembiayaan dengan tujuan untuk memperkirakan kemungkinan bahwa penerima pembiayaan dapat memenuhi kewajibannya.
b. Capacity
Yaitu penilaian secara subyektif tentang kemampuan penerima pembiayaan untuk melakukan pembayaran. Kemampuan diukur dengan catatan prestasi penerima pembiayaan di masa lalu yang didukung dengan pengamatan di lapangan atas sarana usahanya seperti toko, karyawan, alat-alat, pabrik serta metode kegiatan.
c. Capital
Yaitu penilaian terhadap kemampuan modal yang dimiliki oleh calon penerima pembiayaan yang diukur dengan posisi perusahaan secara keseluruhan yang ditujukan oleh rasio finansial dan penekanan pada komposisi modalnya.
d. Collateral
Yaitu jaminan yang dimiliki calon penerima pembiayaan. Penilaian ini bertujuan untuk lebih meyakinkan bahwa jika suatu resiko kegagalan pembayaran tercapai terjadi , maka jaminan dapat dipakai sebagai pengganti dari kewajiban.
e. Condition
Bank syariah harus melihat kondisi ekonomi yang terjadi di masyarakat secara spesifik melihat adanya keterkaitan dengan jenis usaha yang dilakukan oleh calon penerima pembiayaan. Hal tersebut karena kondisi eksternal berperan besar dalam proses berjalannya usaha calon penerima pembiayaan.
f. Syariah
Penilaian ini dilakukan untuk menegaskan bahwa usaha yang akan dibiayaai benar-benar usaha yang tidak melanggar syariah sesuai dengan fatwa DSN “Pengelola tidak boleh menyalahi hukum syariah Islam dalam tindakannya”

H. Pengertian Pembiayaan Bermasalah

 Pembiayaan yang tidak lancer
 Pembiayaan dimana debiturnya tidak memenuhi persyaratan yang dijanjikan.
 Pembiayaan yang tidak menepati jadwal angsuran
 Pembiayaan yang memiliki potensi merugikan
 Pembiayaan yang memiliki potensi menunggak dalam satu waktu tertentu

I. Kolektabilitas Pembiayaan
Menurut ketentuan pasal 12 ayat 3 peraturan bank indonesia No 7/2/PBI/2005 tentang penilaian kualitas aktiva bank umum, kualitas kredit dibagi menjadi 5 kolektibilitas yaitu : lancar, dalam perhatian khusus kurang lancar, diragukan, dan macet.
Mengenai masing masing kualitas tersebut dapat di uraikan sebagai berikut
1. Kredit lancar kriterianya
 Pembayaran angsuran pokok atau bunga tetap

2. Kredit dalam perhatian khusus dalam kriteria :
 Terdapat tunggakan angsuran pokok atau bunga yang belum melampaui 90 hari

3. Kredit kurang lancar, kriteria :
 Terdapat tunggakan agsuran pokok/bunga yang telah melampaui 90hari

4. Kredit yang dilakukan kriteria :
 Terdapat tungakan angsuran pokok/bunga yang telah melampaui 180hari

5. Kredit macet kriteria :
 Terdapat tunggakan angsuran pokok / bunga yang telah melampaui. 270hari

J. Faktor Penyebab Pembiayaan Bermasalah

Faktor Penyebab Pembiayaan Bermasalah adalah sebagai berikut:
1. Faktor internal
a. Kelemahan Bank dalam analisis pembiayaan
 Analisis pembiayaan tidak berdasarkan data akurat atau kualitas data
 Rendah Informasi, pembiayaan tidak lengkap atau kuantitas data rendah
 Analisis tidak cermat
 Kurangnya akuntabilitas putusan pembiayaan
b. Kelemahan Bank dalam dokumen pembiayaan
 Data mengenai pembiayaan nasabah tidak didokumentasi dengan baik
 Pengawasan atas fisik dokumen tidak dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
c. Kelemahan Bank dalam supervisi Pembiayaan
 Kurang pengawasan dan pemantauan atas performance nasabah secara kontinyu dan teratur
 Terbatasnya data dan informasi yang berkaitan dengan penyelamatan dan penyelesaian pembiayaan
 Tindakan perbaikan tidak diterapkan secara dini dan tepat waktu
 Jumlah nasabah terlalu banyak
 Nasabah terpencar
 Konsentrasi portofolio pembiayaan yang berlebihan
d. Kecerobohan petugas Bank
 Bank terlalu bernafsu memperoleh laba
 Bank terlalu kompromi
 Bank tidak mempunyai kebijakan pembiayaan yang sehat
 Petugas atau pejabat Bank terlalu menggampangkan masalah
 Bank tidak mampu menyaring risiko bisnis
 Pengambilan keputusan yang tidak tepat waktu
 Bank latah dalam persaingan
 Terus memberikan pembiayaan pada bisnis yang siklusnya menurun
 Menetapkan standar risiko yang terlalu rendah
 Tidak diasuransikan
e. Kelemahan bidang agunan
 Jaminan tidak dipantau dan diawasi secara baik
 Terlalu collateral oriented
 Nilai agunan tidak sesuai
 Pengikatan agunan lemah
f. Kelemahan kebijakan pembiayaan
 Prosedur terlalu berbelit, hingga putusan pembiayaan tidak tepat waktu
 Prosedur terlalu longgar
 Tidak ada prosedur baku/standar
 Tak ada funish dan Reward bagi petugas
 Wewenang memutus pembiayaan sangat terbatas
g. Kelemahan sumber daya manusia
 Terbatasnya tenaga ahli di bidang penyelematan dan penyelesaian pembiayaan
 Pendidikan dan pengalaman pejabat pembiayaan sangat terbatas
 Kurangnya tenaga ahli hukum untuk mendukung pelaksanaan penyelesaian dan penyelamatan pembiayaan
 Terbatasnya tenaga ahli untuk recovery pembiayaan yang potensiil;
h. Kelemahan teknologi
 Bank tidak mampu secara teknis
 Terbatasnya sarana dan prasarana yang berkaitan dengan pekerjaan teknis;
i. Kecurangan petugas bank
 Petugas bank terlibat kepentingan Pribadi
 Disiplin pejabat pembiayaan dalam menerapkan sistem dan prosedur pembiayaan rendah.
2. Faktor internal nasabah
a. Kelemahan Karakter nasabah
 Nasabah tidak mau atau memang beritikad tidak baik
 Nasabah menghilang
b. Kecerobohan nasabah
 Penyimpangan penggunaan pembiayaan
 Perusahaan dikelola oleh keluarga yang tidak profesional
c. Kelemahan kemampuan nasabah
 Tidak mampu mengembalikan pembiayaan karena terganggunya kelancaran usaha
 Kemampuan manajemen yang kurang
 Teknik produksi yang sudah ketinggalan zaman
 Kemampuan pemasaran yang tidak memadai
 Pengetahuan terbatas atau kurang memadai
 Pengalaman terbatas atau kurang memadai
 Informasi terbatas atau kurang memadai

d. Musibah yang dialami nasabah
 Musibah penipuan
 Musibah kecelakaan
 Musibah tindak pidana
 Musibah rumah tangga
 Musibah penyakit
 Musibah kematian
e. Kelemahan Manajemen Nasabah
 Pemogokan buruh
 Sengketa antarpengurus
 Tingkat efisiensi rendah
 Pelayanan kurang kompetitif
 Terjadi over supply
 Persaingan sangat tajam
 Distribusi kurang efektif
 Produksi kurang promosi
 Keberadaan produk tidak tepat waktu.
3. Faktor eksternal
a. Situasi ekonomi yang negative

 Globalisasi ekonomi yang berakibat negative
 Perubahan kurs mata uang;
b. Situasi politik dalam negeri yang merugikan
 Penggantian pejabat tertentu
 Situasi alam merugikan
 Faktor alam yang berakibat negative
 Habisnya sumber daya alam
4. Faktor Kegagalan Bisnis
a. Aspek hubungan
 Kehilangan relasi
 Hubungan memburuk dengan pelanggan
 Hubungan memburuk dengan buruh
b. Aspek yuridis
 Kerusakan lingkungan
 Penggunaan tenaga asing
c. Aspek Manajemen
 Kesulitan sumber daya manusia
 Perselisihan antar pengurus
 Belum professional
 Cenderung pada investasi murah
 Tidak mampu mengelola usaha
d. Aspek Pemasaran
 Kehilangan fasilitas
 Permintaan lesu
 Pengaruh musim atau mode
 Inflasi dalam negeri
 Hambatan pasar luar negeri
 Perubahan kurs
 Persaingan luar negeri
e. Aspek teknis produksi
 Ketinggalan teknologi
 Lokasi tidak tepat
 Mesin tidak lengkap
 Perubahan mode dan selera masyarakat
 Mutu rendah
 Produksi gagal
f. Aspek Keuangan
 Kenaikan harga bahan baku
 Keterlambatan pembayaran dari pelanggan
 Volume usaha < beban utang)
 Pembukuan tidak teratur;
g. Aspek social ekonomi
 Daya beli masyarakat menurun
 Perubahan trayek jalan membuat lokasi tidak strategis.
5. Faktor ketidakmampuan manajemen
a. Pencatatan tidak memadai (inadequate record)
b. Informasi biaya tidak memadai (inadequate costing information)
c. Gagal mengendalikan biaya (failure to budget expenses)
d. Kurangnya pengawasan (no internal control)
e. Gagal melakukan penjualan (faulty purchasing)
f. Investasi berlebihan (excessive investment)
g. Kurang menguasai teknis (technical incompetence)
h. Perselisihan antarpengurus
K. Dampak Pembiayaan Bermasalah
a. Terhadap Bank

 Likuiditas terancam
 Solvabilitas kurang
 Rentabilitas menurun
 Bonafiditas/citra
 Tingkat Kesehatan
 Modal tidak berkembang
 Munculnya biaya tambahan.
b. Terhadap Karyawan
 Mental (kurang PD, saling menyalahkan)
 Karier
 Moral (rusaknya rasa memiliki, dan tanggung jawab)
 Waktu dan tenaga

c. Terhadap Pemilik Modal
 laba berkurang
 Ketidak percayaan pemilik modal


L. Teknik Penyelesaian Kredit Macet

Sepandai apapun analisis pembiayaan dalam menganalisis setiap permohonan pembiayaan, kemungkinan pembiayaan tersebut macet pasti ada, hal ini disebabkan oleh unsur-UNSUR sebagai
berikut:
1. Dari pihak perbankan
Artinya dalam melakukan analisisnya, pihak analisis kurang teliti, sehingga apa yang seharusnya terjadi, tidak diprediksi sebelumnya. Dapat pula terjadi akibat kolusi dari pihak analis pemiayaan dengan pihak debitur sehingga dalam analisisnya dilakukan secara subjektif.
2. Dari pihak nasabah
Adanya unsur kesengajaan .Dalam hal ini nasabah sengaja untuk tidak bermaksud membayar kewajibannya kepada bank sehingga pembiayaan yang diberikannya macet. Dapat dikatakan tidak adanya unsur kemauan untuk membayar.
3. Adanya unsur tidak sengaja
Artinya si debitur mau membayar akan tetapi tidak mampu. Sebagai contoh pembiayaan yang dibiayai mengalami musibah seperti kebakaran, kena hama,kebanjiran dan sebagainya. Sehingga kemampuan untuk membayar pembiayaan tidak ada.

Dalam hal pembiayaan macet pihak bank perlu melakukan penyelamatan, sehingga tidak akan menimbulkan kerugian. Penyelamatan yang dilakukan apakah dengan memberikan keringanan berupa jangka waktu atau angsuran terutama bagi pembiayaan terkena musibah atau melakukan penyitaan bagi pembiayaan yang sengaja lalai untuk membayar. Terhadap pembiayaan yang mengalami kemacetan sebaiknya dilakukan penyelamatan sehingga bank tidak mengalami kerugian.

M. Strategy pada Pembiayaan Bermasalah
Secara umum strategi yang dijalankan sebagai upaya penyelesaian pembiayaan bermasalah dapat dikelompokkan menjadi 2 (dua), yaitu:
1. Stay Strategy adalah strategi saat Bank masih ingin mempertahankan hubungan bisnis dengan nasabah dalam konteks waktu jangka panjang.
a. Penagihan intensif
b. Rescheduling

 Memperpanjang jangka waktu pembiayaan
Dalam hal ini si debitur diberikan keringanan dalam masalah jangka waktu pemiayaan misalnya perpanjangan jangka waktu pembiayaan dari 6 bulan menjadi satu tahun sehingga si debitur mempunyai waktu yang lebih lama untuk mengembalikannya.
 Memperpanjang jangka waktu angsuran
Memperpanjang angsuran hampir sama dengan jangka waktu pembiayaan. Dalam hal ini jangka waktu angsuran pembiayaannya diperpanjang pembayarannya pun misalnya dari 36 kali menjadi 48 kali dan hal ini tentu saja jumlah angsuran pun menjadi mengecil seiring dengan penambahan jumlah angsuran
c. Reconditioning

 Dengan cara mengubah berbagai persyaratan yang ada seperti;
 Penundaan pembayaran marjin sampai waktu tertentu.
Dalam hal penundaan pembayaran marjin sampai waktu tertentu, maksudnya hanya marjin yang dapat ditunda apembayarannya, sedangkan pokok pinjamannya tetap harus dibayar seperti biasa.
 Penurunan marjin
Penurunan marjin dimaksudkan agar lebih meringankan beban nasabah.
Sebagai contoh jika marjin per tahun sebelumnya dibebankan 20 % diturunkan
menjadi 18 %. Hal ini tergantung dari pertimbangan yang bersangkutan.
 Penurunan marjin akan mempengaruhi jumlah angsuran yang semakin mengecil, sehingga diharapkan dapat membantu meringankan nasabah.
 Pembebasan marjin
Dalam pembebasan marjin diberikan kepada nasabah dengan pertimbangan nasabah sudah akan mampu lagi membayar pembiayaan tersebut.
Akan tetapi nasabah tetap mempunyai kewajiban untuk membayar pokok
pinjamannya sampai lunas.

d. Restructuring
 Dengan menambah jumlah pembiayaan
 Dengan menambah equity
2. Phase out Strategy adalah strategi saat pada prinsipnya Bank tidak ingin melanjutkan hubungan bisnis lagi dengan nasabah yang bersangkutan dalam konteks waktu yang panjang,kecuali bila ada faktor-faktor lain yang sangat mendukung kemungkinan adanya perbaikan kondisi nasabah.
Strategi yang umumnya dijalankan, secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi 2 (dua) macam pendekatan, yaitu: (1) Soft Approach; (2) Hard Approach.
Apabila cara Soft Approach tidak dapat menyelesaikan pembiayaan bermasalah yang terjadi, selanjutnya akan ditempuh cara Hard Approach yang melibatkan jalur hukum, yaitu dapat berupa:
a. BASYARNAS (Badan Arbitrase Syariah Nasional), penyelesaian tersebut dilakukan melalui keadaan setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.
b. Pengadilan, dapat berupa: (i) Eksekusi Hak Tanggungan (HT) atas agunan; (ii) Eksekusi agunan yang diikat secara Fidusia yang didaftarkan ke Kantor Pendaftaran Fidusia (KPF); Melakukan gugatan terhadap aset-aset lainnya milik nasabah; baik yang berlokasi di dalam maupun di luar negeri; (iv) Pelaporan pidana terhadap nasabah,dsbg
c. Melibatkan pihak kepolisian
Alternatif terakhir ini (hard approach) dilakukan apabila:
a. Nasabah tidak dapat dihubungi.
b. Nasabah melarikan diri.
c. Nasabah tidak mempunyai itikad baik untuk menyelesaikan kewajibannya sementara sesungguhnya nasabah memiliki kemampuan untuk itu.
d. Nasabah tidak bersedia menyerahkan agunannya



BAB III
A. Kesimpulan

a. Menurut UU No. 10 tahun 1998 pasal 1 ayat 12 tentang Perbankan menyatakan Pembiayaan berdasarkan prinsip syariah adalah penyediaan uang atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil.
b. Prinsip – Prinsip Pemberian Pembiayaan.Dalam melakukan penilaian permohonan pembiayaan bank syariah bagian marketing harus memperhatikan beberapa prinsip utama yang berkaitan dengan kondisi secara keseluruhan calon nasabah. Di dunia perbankan syariah prinsip penilaian dikenal dengan 5 C + 1 S , yaitu :
a. Character
b. Capacity
c. Capital
d. Collateral
e. Condition
f. Syariah
c. Pengertian Pembiayaan Bermasalah yaitu
 Pembiayaan yang tidak lancer
 Pembiayaan dimana debiturnya tidak memenuhi persyaratan yang dijanjikan.
 Pembiayaan yang tidak menepati jadwal angsuran
 Pembiayaan yang memiliki potensi merugikan
 Pembiayaan yang memiliki potensi menunggak dalam satu waktu tertentu
d. Faktor Penyebab Pembiayaan Bermasalah yaitu : faktor internal,eksternal,kegagalan bisnis dan ketidakmampuan manajemen
e. Strategy pada Pembiayaan Bermasalah yaitu : (1)Stay Strategy berupa Rescheduling, Reconditioning, Restructuring(2)Phase out Strategy berupa Soft Approach,Hard Approach


REFERENSI
1. http://esharianomics.com/esharianomics/pembiayaan-2/pembiayaan-bermasalah/strategy-pada-pembiayaan-bermasalah/
2. http://esharianomics.com/esharianomics/pembiayaan-2/pembiayaan bermasalah/penyelamatanpenerusan-pembiayaan-bermasalah/
3. http://dodogusmao.wordpress.com/2010/05/26/kredit-dan-pembiayaan-pada-suatu-perusahaan/
4. http://pandidikan.blogspot.com/2011/03/pengertian-kredit-dan-pembiayaan.html
5. http://gokmat20.blogspot.com/2010/07/definisi-pembiayaan.html
6. Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik, Gema Insani Press dan TazakiaCendikia, Jakarta, 2001, hal. 34
7. Drs.Muhamad Djumhara,S.H.,Hukum Perbankan di Indonesia,PT Citra Aditya Bakti, Bandung,2006